Foto : www.google.co.id
Mungkin, banyak yang melupakan jasa Pahlawan Nasional dari tanah Papua,
Frans Kaisipo yang telahberjuang sejak masa-masa kemerdekaan RI.
Tindakannya yang sangat teguh menyatakan bahwa Papua merupakan bagian
dari Nusantara Indonesia, menjadikan dirinya “dipinggirkan” oleh
pemerintah Belanda karena hingga setelah proklamasi kemerdekaan
Indonesia, pemerintah Belanda masih bersikukuh menjadikan Papua sebagai
wilayah koloninya.
Hingga pada suatu ketika di tahun 1946, Frans Kaisiepo dengan lantang
mengatakan “Irian (Papua) itu merupakan bagian dari Indonesia.”
Frans Kaisiepo lahri di Wardo, Biak, 10 Oktober 1921. Pada usia 24 tahun, ia mengikuti Kursus Bestuur(Pamong
Praja) di Hollandia (Jayapura) yang salah stau pengajarnya adalah
Soegoro Atmoprasodjo yang merupakan mantan guru Taman Siswa
(yogyakarta).
Sejak pertemuannya dengan Soegoro Atmoprasodjo, jiwa kebangsaan Frans
semakin bertumbuh dan kian berjuang keras untuk menyatukan Irian (Papua)
kedalam NKRI. Ketika umurnya 25 tahun, Frans menggagas berdirinya
Partai Indonesia Merdeka (PIM) di Biak. Selain itu, pada usianya yang
ke-25 tersebut, Frans menjadi anggota delegasi Papua (Nederlands Nieuw
Guinea) yang kala itu membahas tentang pembentukan Negara Indonesia
Timur (NIT) dalam Republik Indonesia Serikat (RIS), dimana pada saat itu
Belanda memasukkan Papua dalam NIT.
Di hadapan konferensi, Frans Kaisiepo memperkenalkan nama “Irian”
sebagai pengganti nama “Nederlands Nieuw Guinea”, yang secara historis
dan politik merupakan bagian integral dari Nusantara Indonesia
(Hindia-Belanda). Jelaslah pernyataan Frans serta merta ditolak oleh
Belanda dan sejak saat itu pula Frans dipinggirkan oleh Belanda. Selain
itu, ia juga dijauhkan dari segala agenda pembicaraan mengenai Papua
yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Pada 1940-an, Frans Kaisiepo pernah menjadi Kepala Distrik d Warsa, Biak
Utara dan menjelang dekade 1940an, ia sempat mengusulkan diri agar
Irian (Papua) masuk ke dalam wilayah Karesidenan Sulawesi Utara.
Beberapa waktu setelah pengusulan itu, ia dipenjara dan diasingkan oleh
Belanda. Kemudian tahun 1961, Frans mendirikan Partai Politik Irian yang
bersikap lantang menuntut penyatuan segera Irian (Papua) ke dalam NKRI.
Adanya beberapa tuntutan dari berbagai pihak agar Irian (Papua) segera
diserahkan kepada pemerintah Indonesia mengakibatkan perlunya konferensi
yang membicarakan hal tersebut. Oleh sebab itu, tahun 1949, digelarkan
Koferensi Meja Bundar (KMB). Pada saat itu, Belanda meminta Frans
Kaisiepo masuk sebagai anggota delegasi Belanda atau negara bagian BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg). Jelas hal tersebut langsung ditolak oleh Frans.
Dari hasil KMB tersebut, lahirlah keputusan tentang pengakuan kedaulatan
oleh keputusan mengenai pengakuan kedaulatan oleh Belanda terhadap
seluruh wilayah NKRI, namun Belanda menunda penyerahan Papua kepada
Indonesia hingga setahun kemudian. Akan tetapi, setelah setahun
berjalan, Belanda tetap berusaha keras melanggengkan politik kolonialnya
di Papua.
Berbagai jalur diplomasi pun terus dilakukan Pemerintah Indonesia,
namun Belanda semakin bersikukuh mempertahankan kolonialisasinya
terhadap Papua bahkan semakin terlihat keinginan Belanda menyiapkan
“Negara Papua”.
Setelah melewati beberapa konfrontasi, pada 4 Agustus 1969
dilaksanakanlah Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) yang pada saat itu
Frans masih menjadi Gubernur Papua. Jelas Frans Kaisiepo sangat berperan
dalam pelaksanaan Pepera tersebut.
Hasil dari dari Pepera tersebut adalah suara bulat dari masyarakat Papua
adalah tetap bergabung dengan Indonesia. Pelaksanaan Pepera diawasi
langsung oleh utusan Sekjen PBB (diplomat Bolivia, Fernando Ortiz Sanz
selaku wakil PBB untuk Irian Barat) serta dihadiri oleh beberapa duta
besar dari negara lain.
Melalui Resolusi No.2504 pada tanggal 19 November 1969, secara resmi Papua dinyatakan kembali ke dalam pangkuan NKRI.
Tentulah Frans Kaisiepo sangat berjasa dalam perebutan kemerdekaan Irian
(Papua) dari pemerintah Belanda. Oleh sebab itu, pemerintah RI
menganugerahi penghargaan Trikora dan Pepera kepada Frans Kaisiepo.
Sangat jelas bukan, bahwa Papua memang jelas bagian Indonesia sejak
dahulu kala. Perjuangan para Pahlawan Nasional dari tanah Papua juga
turut mewarnai penyatuan NKRI. Lah sekarang kok iya, penerusnya malah
berkhianat terhadap jasa para pahlawannya?
Jelas tertulis diatas, bahwa keinginan mendirikan “Negara Papua” adalah
keinginan Pemerintah Belanda, bukan keinginan dari para pahlawan yang
berjuang mati-matian ingin memerdekakan wilayah Papua dari jajahan
Belanda.
Majalah Papua No. 02/Vol.I/Oktober-Desember 2012
Arya Dwiputra
0 komentar:
Posting Komentar