Sebuah bukti baru terungkap dalam Arsip rahasia Vatikan yang mengindikasikan bahwa Paus Pius XII (Sri Paus pada masa perang dunia kedua yang sebelumnya merupakan diplomat berpengaruh dari Vatikan bernama Eugenio Pacelli) mungkin secara tidak langsung telah berperan dalam kebangkitan Hitler.
Bukti ini merupakan hasil investigasi dari seorang pria bernama John Cornwell, yang mendapatkan akses ke dalam ruang arsip Vatikan dengan tujuan membebaskan sri paus sebelumnya itu dari tuduhan bersalah. Namun, Cornwell malah menemukan dirinya dalam semacam ‘ situasi keterkejutan moral’ dengan penemuannya, sehingga buku karyanya, Hitler’s Pope, menjadi sebuah karya yang sangat berbeda dari konsep awalnya.
Cornwell sebelumnya telah berusaha berhati-hati dengan argumen-argumen tertentu darinya, menghilangkan beberapa prasangka motif jahat yang sebelumnya ia anggap ditujukan pada sang Paus, dan menekankan pada kenyataan bahwa ia ‘tidak mungkin menghakimi’ Sri Paus ini atas aksi-aksi di masa perang ini. Sebaliknya, ia menekankan kenyataan bahwa di sisi lain Paus Pius telah menolong orang-orang Yahudi dengan mengatur sebuah deportasi di Hungaria yang menyelamatkan 800.000 nyawa. Pada saat yang sama, terdapat bukti-bukti yang sulit untuk diabaikan dan layak untuk diperiksa lebih jauh.
Bagian terbesar dari karya Cornwell berpusat pada tahun-tahun awal Pacelli ketika menjabat sebagai duta kepausan di Munich, sebuah jabatan yang dipangkunya dengan tujuan untuk membangun kembali kekuatan absolut Vatikan dalam sebuah bangsa yang selama lebih dari 400 tahun telah menikmati otonomi religius yang luar biasa. Pada saat inilah, dalam surat-suratnya kepada kardinal Sekretaris Negara Vatikan masa itu (antara tahun 1917 dan 1919), Pacelli mengungkapkan adanya permusuhan laten terhadap anggota-anggota kelompok yang menurutnya adalah ‘sebuah aliran Yahudi’, dan dilukiskan sebagai orang-orang yang pucat, kotor, bermata kosong, bersuara kasar, vulgar, menjijikan, dengan wajah yang pintar dan lihai.’ Secara tersirat pun sudah dapat dibayangkan bagaimana pandangan Pacelli terhadap orang-orang yahudi pada saat itu.
Diktator Dalam Vatikan
Setelah berkuasa pada tahun 1933, Hitler mengalihkan perhatian sepenuhnya pad penandatanganan perjanjian Reich Concordat dengan Pacelli, yang saat itu telah kembali ke Vatikan dan menjabat sebagai Kardinal Sekretaris Negara. Syarat-syarat yang disampaikan oleh sang diktator telah diperhitungkan untuk membatalkan oposisi Vatikan terhadap partai Nazi, dengan imbalan kemungkinan untuk dimasukannya hukum kanonik bagi warga Katolik Jerman. Pihak Vatikan telah mendorong Partai Pusat Katolik Jerman untuk menandatangani surat akta yang akan memberikan izin yang secara efektif membubarkan salah satu partai oposisi paling signifikan terhadap Reich Ketiga dan akhirnya memberi Hitler sebuah kekuatan diktatorial yang tidak terkendali.
Sebagai hasilnya, jutaan orang Katolik bergabung dalam partai Nazi karena percaya bahwa partai itu mendapat dukungan total dari Sri Paus sendiri. Sementara itu, Hitler secara terbuka memuji perjanjian ini sebagai ‘hal yang sangat signifikan’ dalam perjuangan melawan golongan Yahudi internasional’. Mulai saat inilah, semua kritik-kritik dari orang Katolik Jerman terhadap partai Nazi harus disalurkan melalui Vatikan, tetapi pada saat yang sama, tidak pernah terdengar atau terlihat tindakan dari Vatikan. Hal ini sebagian besar adalah akibat dari posisi keras kepala Pacelli sendiri.
Pada musim panas tahun 1938, saat Paus Pius XI terbaring sekarat, ia tiba-tiba menjadi resah memikirkan kebangkitan fasisme dan anti-Yahudi Eropa. Namun, tiba-tiba semuanya menjadi terlambat. Paus Pius XI tiba-tiba ditemukan telah wafat hanya beberapa jam sebelum ia membacakan pidatonya yang akan mengutuk fasisme yang diprakarsai Hitler.
Sementara itu, Pacelli terpilih menjadi Paus setelah tiga kali pemungutan suara dan dinobatkan menjadi Paus Pius XII pada tanggal 12 Maret 1939. Salah satu dari aksi-aksi perdananya adalah bertemu dengan otoritas Jerman dan memastikan dukungannya kepada partai Nazi. Pada bulan berikutnya, atas permintaan Pacelli, duta kepausan di Berlin menyelenggarakan sebuah gala resepsi untuk merayakan ulang tahun Hitler yang ke-50. Sementara itu, perang sudah di depan mata.
Perang dan Vatikan
Hitler menginvasi Polandia pada tanggal 1 September 1939. Meskipun pihak sekutu sangat terkejut, Paus Pius XII tidak berkomentar apapun. Ia menolak untuk mengutuk pihak Nazi bahkan saat perang meluas dan korban menggunung di kedua belah pihak, meskipun baru pada tahun 1942. Dan ketika dunia terbangun melihat kenyataan tentang Solusi Terakhir (perintah Hitler untuk pemusnahan Yahudi), kebisuan pihak kepausan menjadi sangat mengganggu.
Pada tanggal 16 Juni, surat kabar Inggris, Daily Telegraph, menerbitkan artikel di halaman depan tentang pemusnahan orang Yahudi. Kurang dari satu minggu kemudian, sebuah pawai besar dilakukan di lapangan Madison Square Gardens, New York menuntut dunia untuk campur tangan dalam krisis ini. Pada bulan September, Presiden Roosevelt mengirim perwakilan pribadi ke Vatikan dengan harapan dapat memicu reaksi Sri Paus, namun tindakan Roosevel ternyata sia-sia, Sri Paus tetap saja keras kepala. Pada saat itu hanya Vatikanlah yang benderanya berkibar di seantero dunia melewati samudera-samudera, sehingga sedikit saja anggukan dari Sri Paus saat itu akan memicu jutaan reaksi dari umat Katolik diseluruh dunia, dan jika itu terjadi, dunia akan bangkit untuk bersatu.
Yang terjadi justru hanya dalam pesan natalnya pada tahun yang sama, (seminggu setelah utusan dari Inggris untuk Vatikan secara pribadi menyerahkan satu berkas berisi dokumentasi tentang pemusnahan orang Yahudi dalam kamp-kamp konsentrasi yang tersebar di seluruh Eropa dengan jumlah yang cukup untuk meyakinkan Sri Paus), Paus Pius XII akhirnya mau berbicara. Namun, apa yang disampaikan begitu samar sehingga ia sepertinya tetap mempertahankan kebisuannya. Dalam pesan natal itu tidak disebutkan nama ‘Nazi’ atau ‘orang Yahudi’, hanya sebuah referensi samar tentang ‘ribuan orang’ telah dibunuh karena ‘kebangsaan atau rasnya.’
Bila pengutukan yang tidak jelas itu menandai sebuah perubahan dalam kebijakan terhadap Nazi, maka hal itu kurang signifikan untuk mampu menyelamatkan jutaan orang Yahudi yang dikumpulkan di jalan-jalan kota Roma oleh para serdadu SS, tepat di depan mata Sri Paus, kurang dari setahun kemudian. Dari mereka yang diasingkan, hampir semuanya terbunuh.
Bukti ini merupakan hasil investigasi dari seorang pria bernama John Cornwell, yang mendapatkan akses ke dalam ruang arsip Vatikan dengan tujuan membebaskan sri paus sebelumnya itu dari tuduhan bersalah. Namun, Cornwell malah menemukan dirinya dalam semacam ‘ situasi keterkejutan moral’ dengan penemuannya, sehingga buku karyanya, Hitler’s Pope, menjadi sebuah karya yang sangat berbeda dari konsep awalnya.
Cornwell sebelumnya telah berusaha berhati-hati dengan argumen-argumen tertentu darinya, menghilangkan beberapa prasangka motif jahat yang sebelumnya ia anggap ditujukan pada sang Paus, dan menekankan pada kenyataan bahwa ia ‘tidak mungkin menghakimi’ Sri Paus ini atas aksi-aksi di masa perang ini. Sebaliknya, ia menekankan kenyataan bahwa di sisi lain Paus Pius telah menolong orang-orang Yahudi dengan mengatur sebuah deportasi di Hungaria yang menyelamatkan 800.000 nyawa. Pada saat yang sama, terdapat bukti-bukti yang sulit untuk diabaikan dan layak untuk diperiksa lebih jauh.
Bagian terbesar dari karya Cornwell berpusat pada tahun-tahun awal Pacelli ketika menjabat sebagai duta kepausan di Munich, sebuah jabatan yang dipangkunya dengan tujuan untuk membangun kembali kekuatan absolut Vatikan dalam sebuah bangsa yang selama lebih dari 400 tahun telah menikmati otonomi religius yang luar biasa. Pada saat inilah, dalam surat-suratnya kepada kardinal Sekretaris Negara Vatikan masa itu (antara tahun 1917 dan 1919), Pacelli mengungkapkan adanya permusuhan laten terhadap anggota-anggota kelompok yang menurutnya adalah ‘sebuah aliran Yahudi’, dan dilukiskan sebagai orang-orang yang pucat, kotor, bermata kosong, bersuara kasar, vulgar, menjijikan, dengan wajah yang pintar dan lihai.’ Secara tersirat pun sudah dapat dibayangkan bagaimana pandangan Pacelli terhadap orang-orang yahudi pada saat itu.
Diktator Dalam Vatikan
Setelah berkuasa pada tahun 1933, Hitler mengalihkan perhatian sepenuhnya pad penandatanganan perjanjian Reich Concordat dengan Pacelli, yang saat itu telah kembali ke Vatikan dan menjabat sebagai Kardinal Sekretaris Negara. Syarat-syarat yang disampaikan oleh sang diktator telah diperhitungkan untuk membatalkan oposisi Vatikan terhadap partai Nazi, dengan imbalan kemungkinan untuk dimasukannya hukum kanonik bagi warga Katolik Jerman. Pihak Vatikan telah mendorong Partai Pusat Katolik Jerman untuk menandatangani surat akta yang akan memberikan izin yang secara efektif membubarkan salah satu partai oposisi paling signifikan terhadap Reich Ketiga dan akhirnya memberi Hitler sebuah kekuatan diktatorial yang tidak terkendali.
Sebagai hasilnya, jutaan orang Katolik bergabung dalam partai Nazi karena percaya bahwa partai itu mendapat dukungan total dari Sri Paus sendiri. Sementara itu, Hitler secara terbuka memuji perjanjian ini sebagai ‘hal yang sangat signifikan’ dalam perjuangan melawan golongan Yahudi internasional’. Mulai saat inilah, semua kritik-kritik dari orang Katolik Jerman terhadap partai Nazi harus disalurkan melalui Vatikan, tetapi pada saat yang sama, tidak pernah terdengar atau terlihat tindakan dari Vatikan. Hal ini sebagian besar adalah akibat dari posisi keras kepala Pacelli sendiri.
Pada musim panas tahun 1938, saat Paus Pius XI terbaring sekarat, ia tiba-tiba menjadi resah memikirkan kebangkitan fasisme dan anti-Yahudi Eropa. Namun, tiba-tiba semuanya menjadi terlambat. Paus Pius XI tiba-tiba ditemukan telah wafat hanya beberapa jam sebelum ia membacakan pidatonya yang akan mengutuk fasisme yang diprakarsai Hitler.
Sementara itu, Pacelli terpilih menjadi Paus setelah tiga kali pemungutan suara dan dinobatkan menjadi Paus Pius XII pada tanggal 12 Maret 1939. Salah satu dari aksi-aksi perdananya adalah bertemu dengan otoritas Jerman dan memastikan dukungannya kepada partai Nazi. Pada bulan berikutnya, atas permintaan Pacelli, duta kepausan di Berlin menyelenggarakan sebuah gala resepsi untuk merayakan ulang tahun Hitler yang ke-50. Sementara itu, perang sudah di depan mata.
Perang dan Vatikan
Hitler menginvasi Polandia pada tanggal 1 September 1939. Meskipun pihak sekutu sangat terkejut, Paus Pius XII tidak berkomentar apapun. Ia menolak untuk mengutuk pihak Nazi bahkan saat perang meluas dan korban menggunung di kedua belah pihak, meskipun baru pada tahun 1942. Dan ketika dunia terbangun melihat kenyataan tentang Solusi Terakhir (perintah Hitler untuk pemusnahan Yahudi), kebisuan pihak kepausan menjadi sangat mengganggu.
Pada tanggal 16 Juni, surat kabar Inggris, Daily Telegraph, menerbitkan artikel di halaman depan tentang pemusnahan orang Yahudi. Kurang dari satu minggu kemudian, sebuah pawai besar dilakukan di lapangan Madison Square Gardens, New York menuntut dunia untuk campur tangan dalam krisis ini. Pada bulan September, Presiden Roosevelt mengirim perwakilan pribadi ke Vatikan dengan harapan dapat memicu reaksi Sri Paus, namun tindakan Roosevel ternyata sia-sia, Sri Paus tetap saja keras kepala. Pada saat itu hanya Vatikanlah yang benderanya berkibar di seantero dunia melewati samudera-samudera, sehingga sedikit saja anggukan dari Sri Paus saat itu akan memicu jutaan reaksi dari umat Katolik diseluruh dunia, dan jika itu terjadi, dunia akan bangkit untuk bersatu.
Yang terjadi justru hanya dalam pesan natalnya pada tahun yang sama, (seminggu setelah utusan dari Inggris untuk Vatikan secara pribadi menyerahkan satu berkas berisi dokumentasi tentang pemusnahan orang Yahudi dalam kamp-kamp konsentrasi yang tersebar di seluruh Eropa dengan jumlah yang cukup untuk meyakinkan Sri Paus), Paus Pius XII akhirnya mau berbicara. Namun, apa yang disampaikan begitu samar sehingga ia sepertinya tetap mempertahankan kebisuannya. Dalam pesan natal itu tidak disebutkan nama ‘Nazi’ atau ‘orang Yahudi’, hanya sebuah referensi samar tentang ‘ribuan orang’ telah dibunuh karena ‘kebangsaan atau rasnya.’
Bila pengutukan yang tidak jelas itu menandai sebuah perubahan dalam kebijakan terhadap Nazi, maka hal itu kurang signifikan untuk mampu menyelamatkan jutaan orang Yahudi yang dikumpulkan di jalan-jalan kota Roma oleh para serdadu SS, tepat di depan mata Sri Paus, kurang dari setahun kemudian. Dari mereka yang diasingkan, hampir semuanya terbunuh.
0 komentar:
Posting Komentar