Seberapa kenalkah Anda dengan Polandia? Satu hal yang paling diingat
oleh banyak orang adalah pengaruh komunis yang pernah begitu kuat di
negeri Eropa Timur ini.
Selain cengkeraman komunis, negeri ini pun kental dengan pengaruh Kristiani. Tapi tahukah Anda, di balik kentalnya pengaruh komunisme Kristiani itu, Polandia ternyata memiliki kaitan yang cukup dalam dengan Islam. Apa buktinya?
Bukti-bukti terpampang secara gamblang di Istana Kornik. Istana yang berdiri gagah di wilayah Poznan, pelabuhan kelima terbesar di Polandia itu memang bukan merupakan markas dari sebuah organisasi atau lembaga keislaman.
Namun, istana ini menyimpan pelbagai kisah mengenai pengaruh Islam di negeri yang berbatasan langsung dengan Jerman di barat, Republik Ceska dan Slovakia di selatan, Ukraina dan Belarus di timur, serta Laut Baltik, Lithuania, dan Rusia di utara tersebut.
Pengaruh Islam di Polandia dan Eropa Tengah erat kaitannya dengan kekuasaan Kesultanan Turki Utsmani pada abad ke-14 hingga 17. Sejarah mencatat, Polandia bukanlah negara invasif, seperti Jerman, Prancis, Inggris, ataupun Rusia. Sebaliknya, Polandia lebih sering menjadi sasaran invasi dan ajang perebutan wilayah oleh negara-negara lain yang lebih superior.
Contohnya pada masa Persemakmuran Polandia-Lithuania pada 1569-1795. Pada akhir masa persemakmuran tersebut, yakni pada 1795, Polandia menjadi rebutan sejumlah negara. Turki Utsmani, misalnya, menguasai wilayah selatan, Kekaisaran Rusia menduduki bagian timur, sementara Prusia (Jerman) dan Habsburg (Austria) merebut bagian barat wilayah persemakmuran itu. Hingga pecahnya Perang Dunia I dan II serta era Perang Dingin, Polandia masih saja terpecah belah.
Meski demikian, pertikaian panjang dengan Turki Utsmani inilah yang membuat Polandia bersentuhan dengan Islam. Hingga saat ini pun, jejak kuat persentuhan itu masih bisa disaksikan beberapa bangunan bersejarah di Polandia, salah satunya Istana Kornik.
Selain cengkeraman komunis, negeri ini pun kental dengan pengaruh Kristiani. Tapi tahukah Anda, di balik kentalnya pengaruh komunisme Kristiani itu, Polandia ternyata memiliki kaitan yang cukup dalam dengan Islam. Apa buktinya?
Bukti-bukti terpampang secara gamblang di Istana Kornik. Istana yang berdiri gagah di wilayah Poznan, pelabuhan kelima terbesar di Polandia itu memang bukan merupakan markas dari sebuah organisasi atau lembaga keislaman.
Namun, istana ini menyimpan pelbagai kisah mengenai pengaruh Islam di negeri yang berbatasan langsung dengan Jerman di barat, Republik Ceska dan Slovakia di selatan, Ukraina dan Belarus di timur, serta Laut Baltik, Lithuania, dan Rusia di utara tersebut.
Pengaruh Islam di Polandia dan Eropa Tengah erat kaitannya dengan kekuasaan Kesultanan Turki Utsmani pada abad ke-14 hingga 17. Sejarah mencatat, Polandia bukanlah negara invasif, seperti Jerman, Prancis, Inggris, ataupun Rusia. Sebaliknya, Polandia lebih sering menjadi sasaran invasi dan ajang perebutan wilayah oleh negara-negara lain yang lebih superior.
Contohnya pada masa Persemakmuran Polandia-Lithuania pada 1569-1795. Pada akhir masa persemakmuran tersebut, yakni pada 1795, Polandia menjadi rebutan sejumlah negara. Turki Utsmani, misalnya, menguasai wilayah selatan, Kekaisaran Rusia menduduki bagian timur, sementara Prusia (Jerman) dan Habsburg (Austria) merebut bagian barat wilayah persemakmuran itu. Hingga pecahnya Perang Dunia I dan II serta era Perang Dingin, Polandia masih saja terpecah belah.
Meski demikian, pertikaian panjang dengan Turki Utsmani inilah yang membuat Polandia bersentuhan dengan Islam. Hingga saat ini pun, jejak kuat persentuhan itu masih bisa disaksikan beberapa bangunan bersejarah di Polandia, salah satunya Istana Kornik.
Istana Kornik adalah bangunan megah yang tampil dengan gaya arsitektur
Islam. Istana ini dibangun pada abad ke-14 (1362) di Desa Kornik,
wilayah Poznan, Polandia.
Dari sisi arsitektur, istana ini memiliki keunikan dibandingkan istana-istana kuno lainnya di Eropa Tengah. Jika kebanyakan istana di Eropa Tengah tampil dengan gaya gotik, Istana Kornik memiliki ciri arsitektur Islam yang kuat di hampir semuat sudut interior maupun eksteriornya. Namun, sebelum sampai pada bentuknya yang sekarang, istana ini benar-benar bergaya khas Eropa.
Istana yang kini difungsikan sebagai museum itu memiliki sejarah sangat panjang. Kornik yang dipilih sebagai nama untuk bangunan ini berasal dari kata “Gorkow” atau “Gorka” yaitu nama keluarga pemilik pertama istana ini. Mikolai Gorka, demikian nama keluarga tersebut. Pada masa jayanya, Gorka dikenal sebagai Kanselir Dewan Rakyat Poznan.
Pada 1592, istana ini diwariskan kepada seorang aristokrat dari keluarga Dzialynski. Istana ini kemudian direnovasi oleh beberapa generasi setelahnya. Pada 1840, seorang aristokrat bernama Titus Dzialynski merombaknya dengan memberi sentuhan keislaman.
Seorang pemerhati arsitektur Islam di Eropa, Malgorzata De Latour-Abdalla, mengatakan, istana ini sangat terkenal di Polandia karena menggabungkan tiga konsep seni arsitektur Islam yang terkenal. Yakni, konsep Moor atau Islam Mediterania, konsep Masjid Sultan Hassan, Kairo, Mesir, dan konsep arsitektur Taj Mahal di Agra, India.
Konsep arsitektur Moor tampak pada ruang depan istana, sementara gaya arsitektur Masjid Sultan Hassan tergambar pada pintu gerbang menuju ruang dewan istana. Konsep arsitektur Taj Mahal ditampilkan pada bagian dinding istana.
Menurut Abdalla, nyaris tak ada seorang pun yang menyangka bahwa kaligrafi Arab bertuliskan “La Ilaha Illa Allah” tertulis jelas di istana ini, sama seperti di ruang sidang Istana Alhambra di Granada, Spanyol. ''Inisiatif Titus Dzialynski ini menjadi bukti penting mengenai pengaruh Islam di Polandia,'' katanya.
Dari sisi arsitektur, istana ini memiliki keunikan dibandingkan istana-istana kuno lainnya di Eropa Tengah. Jika kebanyakan istana di Eropa Tengah tampil dengan gaya gotik, Istana Kornik memiliki ciri arsitektur Islam yang kuat di hampir semuat sudut interior maupun eksteriornya. Namun, sebelum sampai pada bentuknya yang sekarang, istana ini benar-benar bergaya khas Eropa.
Istana yang kini difungsikan sebagai museum itu memiliki sejarah sangat panjang. Kornik yang dipilih sebagai nama untuk bangunan ini berasal dari kata “Gorkow” atau “Gorka” yaitu nama keluarga pemilik pertama istana ini. Mikolai Gorka, demikian nama keluarga tersebut. Pada masa jayanya, Gorka dikenal sebagai Kanselir Dewan Rakyat Poznan.
Pada 1592, istana ini diwariskan kepada seorang aristokrat dari keluarga Dzialynski. Istana ini kemudian direnovasi oleh beberapa generasi setelahnya. Pada 1840, seorang aristokrat bernama Titus Dzialynski merombaknya dengan memberi sentuhan keislaman.
Seorang pemerhati arsitektur Islam di Eropa, Malgorzata De Latour-Abdalla, mengatakan, istana ini sangat terkenal di Polandia karena menggabungkan tiga konsep seni arsitektur Islam yang terkenal. Yakni, konsep Moor atau Islam Mediterania, konsep Masjid Sultan Hassan, Kairo, Mesir, dan konsep arsitektur Taj Mahal di Agra, India.
Konsep arsitektur Moor tampak pada ruang depan istana, sementara gaya arsitektur Masjid Sultan Hassan tergambar pada pintu gerbang menuju ruang dewan istana. Konsep arsitektur Taj Mahal ditampilkan pada bagian dinding istana.
Menurut Abdalla, nyaris tak ada seorang pun yang menyangka bahwa kaligrafi Arab bertuliskan “La Ilaha Illa Allah” tertulis jelas di istana ini, sama seperti di ruang sidang Istana Alhambra di Granada, Spanyol. ''Inisiatif Titus Dzialynski ini menjadi bukti penting mengenai pengaruh Islam di Polandia,'' katanya.
Semasa hidupnya, Titus sangat dihormati di kalangan masyarakat Eropa. Ia dikenal sebagai sosok yang terbuka dan dapat menerima pengaruh-pengaruh Timur atau Islam.
Inisiatif Titus untuk merombak gaya arsitektur Istana Kornik kala itu diilhami oleh kekagumannya pada berbagai karya arsitektur di era kejayaan Islam, mulai dari bangunan-bangunan Islam yang ada di daratan Iberia, Spanyol, hingga di Semenanjung India.
Ketertarikan mendalam Titus terhadap budaya Timur dan Islam membuat banyak kalangan di Eropa saat itu bersikap lebih terbuka dalam hal budaya.
Kondisi itu didukung oleh kehadiran Turki Utsmani di Eropa Tengah yang membuat pengaruh Turki dan Islam tersebar luas di Polandia. Pengaruh Turki itu salah satunya bisa dilihat pada cara berbusana para aristokrat atau bangsawan Eropa.
''Kala itu, banyak dari mereka yang mengenakan jubah atau selendang yang jelas terpengaruh dari gaya busana bangsawan Muslim,'' kata Abdalla.
Bukti lain mengenai kegandrungan orang Eropa terhadap semua hal yang berbau keislaman, menurut dia, adalah Istana Kornik.
Tak sekadar tampil dengan desain arsitektur Islam, istana ini juga menyimpan banyak peninggalan peradaban Islam. Perpustakaan Istana Kornik memiliki koleksi-koleksi kuno berupa manuskrip hasil karya ilmuwan Islam dari abad pertengahan.
Dua Alquran KunoHingga detik ini, beragam peninggalan Islam masih tersimpan dan terpelihara dengan baik di Istana Kornik. Di antaranya adalah dua kitab suci Alquran yang ditulis pada awal abad ke-15 dan 17.
Konon, salah satu dari Alquran pernah diperkenalkan kepada masyarakat Polandia dan Eropa Tengah pada 1470-1471. Alquran itu ditulis menggunakan tinta hitam dengan jenis khat kaligrafi “naskhi”. Alquran bersampul kulit itu juga tampil sangat indah dengan hiasan bermotif flora dan bentuk-bentuk geometris unik di setiap lembarannya.
Alquran yang ditulis pada abad-17 juga tak kalah indah. Pada setiap lembar Alquran itu dibingkai garis-garis dekoratif berwarna biru keemasan. Nama-nama surah ditulis dengan tinta emas, sementara ayat-ayat ditulis dengan tinta hitam. Harakat bacaan dan panduan tajwid lainnya tertulis sangat rapi.
Selain dua Alquran itu, terdapat setidaknya 320 ribu judul naskah keislaman di perpustakaan Istana Kornik. Dari jumlah itu, sebanyak 14 ribu di antaranya merupakan manuskrip kuno, bahkan beberapa di antaranya masih berbentuk gulungan. Sisanya merupakan naskah berbentuk buku, yang beberapa di antaranya telah berusia 150 hingga 200 tahun.
Selain manuskrip dan buku-buku kono, istana ini juga menyimpan banyak benda lain yang berkaitan dengan Islam, seperti perabot antik, lukisan, peralatan perang, dan aksesori.
Abdalla memastikan, koleksi istana ini jarang ditemui di tempat lain. Hal inilah yang menjadikan istana ini begitu istimewa di mata para pengunjung dan pengagum peradaban Islam.
"Istana ini benar-benar menunjukkan kepada kita mengenai kehebatan Islam ketika menguasai Eropa selama 800 tahun, yang dimulai dari era kegemilangan Islam di Granada, Spanyol, hingga ekspansi Turki Utsmani.''
Amri Amrullah
Redaktur : Chairul Akhmad
0 komentar:
Posting Komentar