Sejak Rasulullah Muhammad SAW diutus oleh Allah SWT untuk mensyiarkan
agama Islam kepada seluruh umat di dunia, setidaknya ada 5 perang besar
yang pernah terjadi. Hal itu pun dilakukan oleh Rasulullah dalam keadaan
terpaksa, guna pertahanan diri.
Berikut ini ialah daftar perang besar umat Islam pada masa Rasulullah Muhammad SAW :
Perang Badar
Inilah perang pertama yang dilakukan oleh kaum Muslimin. Sekaligus peristiwa paling penting bagi sejarah perkembangan da’wah Islam. Perang ini terjadi pada 17 Maret 624 Masehi atau 17 Ramadan 2 Hijriah.
Meski dengan kekuatan yang jauh lebih kecil dibanding kekuatan musuh, dengan pertolongan Allah, kaum Muslimin berhasil menang menaklukkan pasukan kafir.
Rasulullah SAW berngkat bersama tigaratusan orang sahabat dalam perang Badar (Ghazawāt Badr). Ada yang mengatakan mereka berjumlah 313, 314, dan 317 orang. Mereka kira-kira terdiri dari 82 atau 86 Muhajirin, serta 61 kabilah Aus dan 170 kabilah Khazraj.
Kaum Muslimin memang tidak berkumpul dalam jumlah besar dan tidak melakukan persiapan sempurna. Mereka hanya memiliki dua ekor kuda, milik Zubair bin Awwam dan Miqdad bin Aswad al-Kindi.
Di samping itu, mereka hanya membawa tujuh puluh onta yang dikendarai secara bergantian, setiap onta untuk dua atau tiga orang. Rasulullah SAW sendiri bergantian mengendarai onta dengan Ali dan Murtsid bin Abi Murtsid Al-Ghanawi.
Sementara, jumlah pasukan kafir Quraisy sepuluh kali lipat. Tak kurang seribu tiga ratusan prajurit, dengan seratus kuda dan enam ratus perisai, serta onta yang jumlahnya tak diketahui secara pasti, dan dipimpin langsung oleh Abu Jahal bin Hisyam.
Sedangkan pendanaan perang, ditanggung langsung oleh sembilan pemimpin Quraisy. Setiap hari, mereka menyembelih sekitar sembilan atau sepuluh ekor unta.
Besarnya kekuatan serbuan kaum Muslim dapat dilihat pada beberapa ayat-ayat Al Qur'an, yang menyebutkan, bahwa ribuan malaikat turun dari Surga pada Pertempuran Badar untuk membinasakan kaum Quraisy.
Haruslah dicatat, bahwa sumber-sumber Muslim awal memahami kejadian ini secara harafiah, dan terdapat beberapa hadits mengenai Muhammad yang membahas mengenai Malaikat Jibril dan peranannya di dalam pertempuran tersebut.
Apapun penyebabnya, dalam hal ini pasukan Mekkah yang kalah kekuatan dan tidak bersemangat dalam berperang, segera saja tercerai-berai dan melarikan diri. Dan pertempuran itu sendiri berlangsung hanya beberapa jam dan selesai sedikit lewat tengah hari.
Perang Badar
Inilah perang pertama yang dilakukan oleh kaum Muslimin. Sekaligus peristiwa paling penting bagi sejarah perkembangan da’wah Islam. Perang ini terjadi pada 17 Maret 624 Masehi atau 17 Ramadan 2 Hijriah.
Meski dengan kekuatan yang jauh lebih kecil dibanding kekuatan musuh, dengan pertolongan Allah, kaum Muslimin berhasil menang menaklukkan pasukan kafir.
Rasulullah SAW berngkat bersama tigaratusan orang sahabat dalam perang Badar (Ghazawāt Badr). Ada yang mengatakan mereka berjumlah 313, 314, dan 317 orang. Mereka kira-kira terdiri dari 82 atau 86 Muhajirin, serta 61 kabilah Aus dan 170 kabilah Khazraj.
Kaum Muslimin memang tidak berkumpul dalam jumlah besar dan tidak melakukan persiapan sempurna. Mereka hanya memiliki dua ekor kuda, milik Zubair bin Awwam dan Miqdad bin Aswad al-Kindi.
Di samping itu, mereka hanya membawa tujuh puluh onta yang dikendarai secara bergantian, setiap onta untuk dua atau tiga orang. Rasulullah SAW sendiri bergantian mengendarai onta dengan Ali dan Murtsid bin Abi Murtsid Al-Ghanawi.
Sementara, jumlah pasukan kafir Quraisy sepuluh kali lipat. Tak kurang seribu tiga ratusan prajurit, dengan seratus kuda dan enam ratus perisai, serta onta yang jumlahnya tak diketahui secara pasti, dan dipimpin langsung oleh Abu Jahal bin Hisyam.
Sedangkan pendanaan perang, ditanggung langsung oleh sembilan pemimpin Quraisy. Setiap hari, mereka menyembelih sekitar sembilan atau sepuluh ekor unta.
Besarnya kekuatan serbuan kaum Muslim dapat dilihat pada beberapa ayat-ayat Al Qur'an, yang menyebutkan, bahwa ribuan malaikat turun dari Surga pada Pertempuran Badar untuk membinasakan kaum Quraisy.
Haruslah dicatat, bahwa sumber-sumber Muslim awal memahami kejadian ini secara harafiah, dan terdapat beberapa hadits mengenai Muhammad yang membahas mengenai Malaikat Jibril dan peranannya di dalam pertempuran tersebut.
Apapun penyebabnya, dalam hal ini pasukan Mekkah yang kalah kekuatan dan tidak bersemangat dalam berperang, segera saja tercerai-berai dan melarikan diri. Dan pertempuran itu sendiri berlangsung hanya beberapa jam dan selesai sedikit lewat tengah hari.
Perang Uhud
Kekalahan di Badar menanamkan rasa dendam yang mendalam di hati kaum kafir Quraisy. Pertempuran Uhud pecah pada tanggal 22 Maret 625 M atau 7 Syawal 3 H. Pertempuran ini terjadi kurang lebih setahun lebih seminggu, setelah Pertempuran Badar.
Mereka pun keluar ke bukit Uhud dan hendak menyerbu kaum Muslimin. Pasukan Islam berangkat dengan kekuatan berkisar seribu orang prajurit. Seratus diantaranya menggunakan baju besi, dan lima puluh lainnya menunggang kuda.
Di sebuah tempat bernama asy-Syauth, kaum Muslimin melakukan shalat shubuh. Tempat ini sangat dekat dengan musuh, sehingga mereka bisa dengan mudah saling melihat.
Ternyata pasukan musuh berjumlah sangat banyak. Mereka berkekuatan tiga ribu tentara, terdiri dari orang-orang Quraisy dan sekutunya. Mereka juga memiliki tiga ribu onta, dua ratus ekor kuda dan tujuh ratus buah baju besi.
Pada kondisi sulit itu, Abdullah bin Ubay, sang munafiq, berkhianat dengan membujuk kaum muslimin untuk kembali ke Madinah. Sepertiga pasukan, atau sekitar tiga ratus prajurit akhirnya mundur. Abdullah bin Ubay mengatakan, “Kami tidak tahu, mengapa kami membunuh diri kami sendiri?"
Setelah kemunduran tiga ratus prajurit tersebut, Rasulullah melakukan konsolidasi kembali dengan sisa pasukan yang jumlahnya sekitar tujuh ratus prajurit untuk melanjutkan perang. Meski pada awalnya pasukan Muslim sempat kocar-kacir, Allah akhirnya memberi mereka kemenangan.
Perang Mu’tah
Perang Mu’tah merupakan pendahuluan dan jalan pembuka untuk menaklukkan negeri-negeri Nasrani. Pemicu perang Mu’tah adalah pembunuhan utusan Rasulullah bernama al-Harits bin Umair yang diperintahkan menyampaikan surat kepada pemimpin Bashra.
Pertempuran Mu'tah ini terjadi pada 629 M atau 5 Jumadil Awal 8 Hijriah, di dekat kampung yang bernama Mu'tah, di sebelah timur Sungai Yordan dan Al Karak.
Al-Harits dicegat oleh Syurahbil bin Amr, seorang gubernur wilayah Balqa di Syam, ditangkap dan dipenggal lehernya. Untuk perang ini, Rasulullah mempersiapkan pasukan berkekuatan tiga ribu prajurit. Inilah pasukan Islam terbesar yang ada pada waktu itu.
Rasulullah telah menunjuk tiga orang sahabat sekaligus pengemban amanah komando yang secara bergantian, apabila komandan sebelumnya gugur dalam tugas di medan peperangan, hingga mengakibatkan tidak dapat meneruskan kepemimpinannya.
Sebuah keputusan yang belum pernah Rasulullah lakukan sebelumnya. Mereka itu adalah Zaid bin Haritsah (berasal dari kaum muhajirin), Ja'far bin Abi Thalib, dan seorang sahabat dari Anshar, Abdullah bin Rawahah, penyair Rasulullah.
Mereka bergerak ke arah utara dan beristirahat di Mu’an. Saat itulah mereka memperoleh informasi, bahwa Heraklius telah berada di salah satu bagian wilayah Balqa dengan kekuatan sekitar seratus ribu prajurit Romawi.
Mereka bahkan mendapat bantuan dari pasukan Lakhm, Judzam, Balqin dan Bahra kurang lebih seratus ribu prajurit. Jadi total kekuatan mereka adalah dua ratus ribu prajurit.
Zaid bin Haritsah ra, panglima pertama yang ditunjuk Rasulullah, kemudian membawa pasukan ke wilayah Mu’tah. Dua pasukan berhadapan dengan sengit. Komandan pertama ini menebasi lesatan anak-anak panah pasukan musuh, sampai akhirnya tewas terbunuh di jalan Allah Azza wa Jalla.
Bendera pun beralih ke tangan Ja’far bin Abi Thalib ra. Sepupu Rasulullah ini berperang sampai tangan kanannya putus. Bendera beliau pegangi dengan tangan kiri, dan akhirnya putus juga oleh tangan musuh. Dalam kondisi demikian, semangat beliau tak kenal surut, tetap berusaha mempertahankan bendera dengan cara memeluknya, sampai beliau gugur oleh senjata lawan.
Berdasarkan keterangan Ibnu ‘Umar ra, salah seorang saksi mata yang ikut serta dalam perang itu, terdapat tidak kurang 90 luka di bagian tubuh depan beliau, baik akibat tusukan pedang, maupun anak panah.
Giliran Abdullah bin Rawanah ra pun datang. Setelah menerjang musuh, ajal pun memjemput beliau di medan peperangan.
Tsabit bin Arqam ra mengambil bendera yang telah tak bertuan itu dan berteriak memanggil para Sahabat Nabi lainnya agar menentukan pengganti yang memimpin kaum muslimin.
Maka, pilihan mereka jatuh pada Khalid bin Walid ra. Dengan kecerdikan serta kecemerlangan siasat dan strategi, setelah taufik dari Allah Azza wa Jalla, kaum Muslimin berhasil memukul Romawi, hingga mengalami kerugian yang banyak.
Perang Ahzab
Perang Khandaq yang juga dikenal sebagai Pertempuran Al-Ahzab, Pertempuran Konfederasi, dan Pengepungan Madinah, terjadi pada bulan Syawal tahun 5 Hijriah atau pada tahun 627 Masehi. Pengepungan Madinah ini dipelopori oleh pasukan gabungan antara kaum kafir Quraisy Makkah dan Yahudi bani Nadhir (Al-Ahzab). Pengepungan Medinah dimulai pada 31 Maret, 627 H dan berakhir setelah 27 hari.
Dua puluh pimpinan Yahudi bani Nadhir datang ke Makkah untuk melakukan provokasi agar kaum kafir mau bersatu untuk menumpas kaum muslimin. Pimpinan Yahudi bani Nadhir juga mendatangi Bani Ghathafan dan mengajak mereka untuk melakukan apa yang mereka serukan pada orang Quraisy.
Selanjutnya mereka mendatangi kabilah-kabilah Arab di sekitar Makkah untuk melakukan hal yang sama. Semua kelompok itu akhirnya sepakat untuk bergabung dan menghabisi kaum muslimin di Madinah sampai ke akar-akarnya.
Jumlah keseluruhan pasukan Ahzab (sekutu) adalah sekitar sepuluh ribu prajurit. Jumlah itu disebutkan dalam kitab sirah adalah lebih banyak ketimbang jumlah orang-orang yang tinggal di Madinah secara keseluruhan, termasuk wanita, anak-anak, pemuda dan orang tua.
Menghadapi kekuatan yang sangat besar ini, atas ide Salman al-Farisi, yang berasal dari Persia, kaum Muslimin menggunakan strategi penggalian parit (Khandaq) untuk menghalangi sampainya pasukan musuh ke wilayah Madinah.
Sejatinya strategi ini berasal dari Persia, yang dilakukan apabila mereka terkepung atau takut dengan keberadaan pasukan berkuda, maka dibuatlah parit-parit guna menghalangi serangan pasukan berkuda tersebut.
Lalu digalilah parit di bagian utara Madinah selama sembilan/sepuluh hari. Pasukan gabungan datang dengan kekuatan 10.000 pasukan yang siap berperang. Pasukan gabungan membuat kemah di bagian utara Madinah, karena di tempat itu adalah tempat yang paling tepat untuk melakukan pertempuran.
Pada Perang Khandaq, terjadi pengkhianatan dari kaum Yahudi Bani Qurayzhah atas kesepakatan yang telah disetujui sebelumnya untuk mempertahankan kota Madinah, tetapi bani Quraizhah mengkhianati perjanjian itu.
Setelah terjadi pengepungan selama satu bulan penuh, Nua'im bin Mas'ud al-Asyja'i yang telah memeluk Islam, tanpa sepengetahuan pasukan gabungan dengan keahliannya telah memecah belah pasukan gabungan.
Lalu Allah SWT mengirimkan angin yang memporakporandakan kemah pasukan gabungan, memecahkan periuk-periuk mereka, dan memadamkan api mereka. Hingga akhirnya pasukan gabungan kembali ke rumah mereka dengan kegagalan dalam menaklukan kota Madinah.
Setelah peperangan itu, Rasulullah dan para sahabat berangkat menuju kediaman bani quraizah untuk mengadili mereka.
Perang Tabuk
Ekspedisi Tabuk atau Perang Tabuk adalah ekspedisi yang dilakukan umat Islam pimpinan Rasulullah pada 630 M atau 9 H, ke Tabuk, yang sekarang terletak di wilayah Arab Saudi barat laut.
Romawi memiliki kekuatan militer paling besar pada saat itu. Perang Tabuk merupakan kelanjutan dari perang Mu’tah. Kaum Muslimin mendengar persiapan besar-besaran yang dilakukan oleh pasukan Romawi dan raja Ghassan.
Informasi tentang jumlah pasukan yang dihimpun adalah sekitar empat puluh ribu hingga seratus ribu personil. Keadaan semakin kritis, karena suasana kemarau. Kaum Muslimin tengah berada di tengah kesulitan dan kekurangan pangan.
Mendengar persiapan besar pasukan Romawi, kaum Muslimin berlomba melakukan persiapan perang. Para tokoh sahabat memberi infaq fi sabilillah dalam suasana yang sangat mengagumkan.
Utsman menyedekahkan dua ratus ekor onta lengkap dengan pelana dan barang-barang yang diangkutnya. Kemudian ia menambahkan lagi sekitar seratus onta lengkap dengan pelana dan perlengkapannya.
Lalu ia datang lagi dengan membawa seribu dinar dan diletakkannya di pangkuan Rasulullah SAW. Utsman terus bersedekah, hingga jumlahnya mencapai sembilan ratus onta seratus kuda, dan uang dalam jumlah besar.
Abdurrahman bin Auf membawa dua ratus uqiyah perak. Abu bakar membawa seluruh hartanya dan tidak menyisakan untuk keluarganya, kecuali Allah dan Rasul-Nya.
Umar datang menyerahkan setengah hartanya. Abbas datang menyerahkan harta yang cukup banyak. Thalhah, Sa’d bin Ubadah, dan Muhammad bin Maslamah, semuanya datang memberikan sedekahnya. Ashim bin Adi datang dengan menyerahkan sembilan puluh wasaq kurma dan diikuti oleh para sahabat yang lain.
Jumlah pasukan Islam yang terkumpul sebenarnya cukup besar, tiga puluh ribu personil. Tapi mereka minim perlengkapan perang. Bekal makanan dan kendaraan yang ada masih sangat sedikit dibanding dengan jumlah pasukan.
Setiap delapan belas orang mendapat jatah satu onta yang mereka kendarai secara bergantian. Berulangkali mereka memakan dedaunan, sehingga bibir mereka rusak.
Mereka terpaksa menyembelih onta, meski jumlahnya sedikit, agar dapat meminum air yang terdapat dalam kantong air onta tersebut. Oleh karena itu, pasukan ini dinamakan jaisyul usrrah, atau pasukan yang berada dalam kesulitan..
Setelah sampai di Tabuk, umat Islam tidak menemukan pasukan Bizantium ataupun sekutunya. Menurut sumber-sumber Muslim, mereka menarik diri ke utara setelah mendengar kedatangannya pasukan Rasulullah. Namun, tidak ada sumber non-Muslim yang mengkonfirmasi hal ini.
Pasukan Muslim berada di Tabuk selama 10 hari. Ekspedisi ini dimanfaatkan Rasulullah untuk mengunjungi kabilah-kabilah yang ada di sekitar Tabuk. Hasilnya, banyak kabilah Arab yang sejak itu tidak lagi mematuhi Kekaisaran Bizantium, dan berpihak kepada Rasulullah dan umat Islam. Rasulullah juga berhasil mengumpulkan pajak dari kabilah-kabilah tersebut.
Saat hendak pulang dari Tabuk, rombongan Rasulullah didatangi oleh para pendeta Kristen di Lembah Sinai. Rasulullah berdiskusi dengan mereka, dan terjadi perjanjian yang mirip dengan Piagam Madinah bagi kaum Yahudi. Piagam ini berisi perdamaian antara umat Islam dan umat Kristen di daerah tersebut.
Rasulullah dan pasukan Muslimin akhirnya kembali ke Madinah setelah 30 hari meninggalkannya. Umat Islam maupun Kekaisaran Bizantium tidak menderita korban sama sekali dari peristiwa ini, karena pertempuran tidak pernah terjadi.