Selasa, 26 Februari 2013

Misteri piramida-piramida Cina

Selama puluhan tahun, ada sebuah legenda, atau boleh dibilang rumor, yang beredar di dunia barat kalau di sebuah lokasi terpencil di Cina, ada banyak piramida misterius yang bahkan lebih besar dibanding piramida Mesir.

Selama puluhan tahun, pemerintah Cina dan para arkeolognya telah menyangkal keberadaan piramida-piramida ini, dan penyangkalan ini malah membuat dunia barat semakin tertarik untuk menyelidikinya.

Apakah benar ada piramida di Cina?

Apa yang sesungguhnya tersimpan di dalam piramida-piramida ini?

Mengapa pemerintah Cina menyangkal keberadaannya?

Namun, pada masa space imaging dan google earth, sekarang kita bisa tahu kalau piramida-piramida Cina benar-benar ada, bahkan berjumlah hingga 100 buah. Piramida-piramida ini terletak di propinsi Xaanshi di dekat kota kuno Xian.

The Great White Pyramid
Pada tahun 1983, Bruce Cathie, seorang penulis selandia baru mengaku kalau pemerintah Cina telah mengungkapkan kepadanya kalau piramida-piramida itu benar-benar ada. Namun tidak ada yang misterius, piramida-piramida itu hanyalah kuburan para kaisar.

Dalam bukunya yang berjudul The Bridge to Infinity (1983), Cathie menceritakan asal mula piramida Cina ini mulai dikenal di dunia barat. Semuanya bermula dari pengalaman seorang pilot angkatan udara Amerika bernama James Gaussman.

Saat itu, tahun 1945, Gaussman sedang terbang di antara India dan Cina dalam misi rutinnya. Ketika mesin pesawatnya mengalami masalah, ia harus menurunkan ketinggian. Pada saat itulah ia melihat piramida raksasa Cina yang misterius.

Dalam laporannya, ia mengatakan:
"Aku menerbangkan pesawat mengitari sebuah gunung dan kemudian kami masuk ke lembah. Tepat dibawah kami, terlihat sebuah piramida putih raksasa yang seakan-akan muncul dari negeri dongeng. Piramida itu putih gemerlapan. Mungkin terbuat dari logam atau bebatuan jenis tertentu. Seluruh sisinya berwarna putih. Namun yang paling menarik adalah batu di puncak piramida tersebut - sebuah material berharga seperti mutiara. Aku benar-benar takjub dengan kedashyatan bangunan itu."
Saat itu, boleh dibilang kalau piramida hanya identik dengan Mesir. Jadi, seharusnya laporan Gausmann bisa menarik perhatian lebih banyak peneliti di barat. Namun, Laporan Gaussman hanya berakhir di dalam arsip militer Amerika.

Dua tahun setelah laporan Gausmann, piramida Cina kembali muncul ke permukaan. Kolonel Maurice Sheahan, direktur Trans World Airline mengaku kalau ia juga melihat piramida raksasa Cina itu. Kesaksian Sheahan dimuat di harian New York Times pada 28 Maret 1947 dengan judul artikel "Penerbang Amerika melihat piramida raksasa Cina di pegunungan terpencil di barat daya Xian".

Dalam artikel tersebut, Sheahan mengatakan kalau piramida ini memiliki tinggi 300 meter dengan lebar 450 meter. Jika perkiraan ini akurat, maka piramida ini mengalahkan ukuran piramida Mesir yang hanya memiliki tinggi 135 meter.

Sheahan juga mengatakan kalau piramida ini terletak di lembah di kaki gunung Qin Ling sekitar 40 mil barat daya Xian. Di dekat piramida raksasa tersebut, ia melaporkan adanya ratusan gundukan kecil yang juga mirip dengan piramida. Namun kesaksian Sheahan tidak menyebutkan adanya batu seperti mutiara di puncak piramida.

Dua hari setelah artikel itu dimuat di New York Times, Kisah ini dimuat kembali di New York Sunday News. Kali ini mereka menampilkan sebuah foto piramida yang belakangan diketahui sebagai foto yang diambil oleh Gaussman tahun 1945.

Sejak saat itu bangunan ini menjadi objek perdebatan dan spekulasi.

Siapa yang membangunnya?

Untuk apa bangunan itu dibuat?

Tidak ada yang benar-benar tahu pasti karena saat itu, Cina menutup diri dari dunia luar.

Terobosan pertama baru datang beberapa puluh tahun kemudian dari seorang penulis Jerman bernama Hartwig Hausdorf. Dalam bukunya yang terbit tahun 1994 berjudul Die Weisse Pyramide (The white pyramid), ia menampilkan banyak foto piramida-piramida Cina. Hausdorf mengaku kalau ia telah diijinkan oleh pemerintah Cina untuk mengunjungi beberapa lokasi yang dahulunya terlarang untuk mengambil foto-foto tersebut.


Sekarang, piramida-piramida Cina sudah bukan rahasia lagi. Kita bisa melihat piramida-piramida ini dari google earth dan bahkan kita bisa mengunjungi langsung lokasi tersebut.

Berbeda dengan piramida Mesir yang terbuat dari batu-batu besar, piramida Cina boleh dibilang terbuat dari gundukan tanah yang dipadatkan yang dibuat sebagai kuburan para kaisar. Dua diantara piramida yang terbesar dan paling terkenal adalah Qin Shi Huang Mausoleum dan Maoling Mausoleum.

Qin Shi Huang Mausoleum
Mausoleum ini adalah piramida Cina yang terbesar. Tinggi awalnya adalah 76 meter, namun seiring dengan berjalannya waktu, piramida ini terkikis sehingga tinggal 47 meter. Dasarnya memiliki ukuran 357 meter X 354 meter.


Tempat ini adalah peristirahatan terakhir kaisar Qin Shi huang, raja pertama dinasti Qin yang membangun tembok cina dan menyatukan seluruh Cina pada tahun 221 SM.


Di dekat piramida ini juga, pada tahun 1974, tiga orang petani yang ingin membuat sumur tanpa sengaja menemukan parit-parit berisi patung-patung teracotta yang sekarang merupakan salah satu lokasi arkeologi paling termahsyur di dunia.


Menurut buku "Records of the Historian: Biography of Qin Shi Huang", sejarawan Sima Qian (145-90 SM) menyebutkan kalau mausoleum ini memiliki ruangan-ruangan yang berisi miniatur-miniatur istana dan paviliun dengan kolam air raksa yang mengalir di bawah langit-langit bertahtahkan permata yang membentuk gambar matahari, bulan dan bintang.

Dengan kata lain, isi mausoleum ini menunjukkan replika dari kerajaan sang kaisar lengkap dengan lima gunung suci di dalamnya.


Para peneliti Cina yang meneliti kandungan tanah di sekitar mausoleum memang menemukan adanya kandungan raksa yang cukup tinggi. Ini mengkonfirmasi kredibiltas tulisan Sima Qian. Menurut catatan Sima Qian, makam ini dibangun ketika Qin Shi Huang masih berusia 13 tahun. Pengerjaannya menggunakan hingga 700.000 pekerja dan diselesaikan dalam 20 tahun.

Para pekerja memindahkan tanah hingga sama tinggi dengan level air di dalam tanah, lalu lantainya dilapisi dengan perunggu cair yang kemudian ditimpa dengan batu sarkofagus. Ketika pengerjaannya selesai, seluruh pekerja yang mengetahui jalan masuk ke makam ini dibunuh untuk menjaga kerahasiaannya.

Hingga hari ini, piramida ini masih menyimpan rahasianya karena pemerintah Cina belum membongkarnya dengan alasan takut merusak beberapa bagian berharga dari kuburan itu.

Maoling Mausoleum
Mausoleum ini, yang kadang disebut piramida putih besar, memiliki ukuran dasar 222 meter X 217 meter. ini membuatnya menjadi piramida terbesar kedua di Cina.

Piramida ini adalah piramida yang fotonya terpampang di surat kabar New York Sunday news tahun 1947. Dengan kata lain, piramida inilah yang telah dilihat oleh Sheahan, dan mungkin juga oleh Gaussman. Namun, sepertinya Sheahan telah keliru memperkirakan tingginya karena piramida ini ternyata hanya memiliki tinggi sekitar 45 meter.


Mausoleum ini merupakan tempat peristirahatan terakhir Kaisar Wu yang bernama Liu Che (atau Wu Di) yang memerintah dari tahun 157-87 SM. Ini berarti piramida tersebut telah berusia 2.000 tahun lebih.

Sejarah mencatat kalau dibutuhkan waktu hingga 53 tahun untuk menyelesaikan bangunan ini dan di dalamnya tersimpan banyak objek berharga. Berbeda dengan mausoleum Qin Shi Huang, mausoleum ini telah diekskavasi dan sebagian artefak berharganya disimpan di museum dan dipamerkan.

Walaupun telah diketahui kalau piramida ini sama dengan piramida di foto yang muncul tahun 1947, banyak peneliti masih dibingungkan dengan satu misteri. Menurut Gaussman, ia mengaku melihat adanya material seperti mutiara di puncak piramida itu. Namun, kita dapat melihat kalau puncak piramida ini ternyata datar, seperti terpotong.

Apakah Gausmann berbohong?

Atau, apakah seseorang telah memindahkan puncak piramida tersebut?

Atau mungkin, di suatu tempat di Cina masih ada piramida putih raksasa setinggi 300 meter dengan puncak berkilau yang belum ditemukan?
»»  READMORE...

Senin, 25 Februari 2013

Islam di Papua, Sejarah yang Terlupakan


 

Islam masuk lebih awal sebelum agama lainnya di Papua. Namun, banyak upaya pengaburan, seolah-olah, Papua adalah pulau Kristen. Bagaimana sejarahnya? Upaya-upaya pengkaburan dan penghapusan sejarah dakwah Islam berlangsung dengancara sistematis di seantero negeri ini. Setelah Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Maluku diklaim sebagai kawasan Kristen, dengan berbagai potensi menariknya, Papua merupakan jualan terlaris saat ini. Papua diklaim milik Kristen! Ironis, karena hal itu mengaburkan fakta dan data sebenarnya di mana Islam telah
hadir berperan nyata jauh sebelum kedatangan mereka (agama Kristen Missionaris).

 
Berikut catatan Ali Atwa, wartawan Majalah Suara Hidayatullah dan juga penulis buku “Islam Atau Kristen Agama Orang Irian (Papua)” tentang Islam di Bumi Cenderawasih bagian pertama. : Menurut HJ. de Graaf, seorang ahli sejarah asal Belanda, Islam hadir di Asia Tenggara melalui tiga cara: pertama, melalui dakwah oleh para pedagang Muslim dalam alur perdagangan yang damai; kedua, melalui dakwah para dai dan orang-orang suci yang datang dari India atau Arab yang sengaja ingin mengislamkan orang-orang kafir; dan ketiga, melalui kekuasan atau peperangan dengan negara-negara penyembah berhala.

Dari catatan-catatan yang ada menunjukkan bahwa kedatangan Islam di tanah Papua, sesungguhnya sudah sangat lama. Islam datang ke sana melalui jalur-jalur perdagangan sebagaimana di kawasan lain di nusantara.

Sayangnya hingga saat ini belum ditentukan secara persis kapan hal itu terjadi. Sejumlah seminar yang pernah digelar seperti di Aceh pada tahun 1994, termasuk yang dilangsungkan di ibukota Provinsi Kabupaten Fakfak dan di Jayapura pada tahun 1997, belum menemukan kesepakatan itu. Namun yang pasti, jauh sebelum para misionaris menginjakkan kakinya di kawasan ini, berdasarkan data otentik yang diketemukan saat ini menunjukkan bahwa muballigh-muballigh Islam telah lebih dahulu berada di sana.


Aktivitas dakwah Islam di Papua merupakan bagian dari rangkaian panjang syiar Islam di Nusantara. Menurut kesimpulan yang ditarik di dalam sebuah seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia, Medan 1963, Islam masuk ke Indonesia sudah sejak abad ke-7 dan ke-8 Masehi. Di mana daerah pertama yang didatangi oleh Islam adalah pesisir Utara Sumatera, dan setelah berkembangnya para pemeluk Islam, maka kerajaan Islam yang pertama di Indonesia ialah Kerajaaan Perlak, tahun 840, di Aceh.


Perkembangan agama Islam bertambah pesat pada masa Kerajaan Samudera Pasai, sehingga menjadi pusat kajian Agama Islam di Asia Tenggara. Saat itu dalam pengembangan pendidikan Islam mendapatkan dukungan dari pimpinan kerajaan, sultan, uleebalang, panglima sagi dan lain-lain. Setelah kerajaan Perlak, berturut-turut muncul Kerajaan Islam Samudera Pasai (1042), Kerajaan Islam Aceh (1025), Kerajaan Islam Benua Tamiah (1184), Kerajaan Islam Darussalam (1511).


Sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa sebelum tahun 1416 Islam sudah masuk di Pulau Jawa. Penyiaran Islam pertama di tanah jawa dilakukan oleh Wali Songo (Wali Sembilan). Yang terkenal sebagai orang yang mula-mula memasukkan Islam ke Jawa ialah Maulana Malik Ibrahim yang meninggal tahun 1419. Ketika Portugis mendaratkan kakinya di pelabuhan Sunda Kelapa tahun 1526, Islam sudah berpengaruh di sini yang dipimpin oleh Falatehan. Putera Falatehan, Hasanuddin, pada tahun 1552 oleh ayahnya diserahi memimpin Banten.
Di bawah pemerintahannya agama Islam terus berkembang. Dari Banten menjalar ke Sumatera Selatan, Lampung dan Bengkulu. Juga di pulau Madura agama Islam berkembang.


Sejak Kerajaan Majapahit
Seorang Guru Besar Bidang Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang, Dr. Moehammad Habib Mustofo, yang sekaligus Ketua Asosiasi Ahli Epigrafi Indonesia (AAEI) Jawa Timur menjelaskan bahwa dakwah Islam sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Apalagi dengan diketemukanya data artefak yang waktunya terentang antara 1368-1611M yang membuktikan adanya komunitas Muslim di sekitar Pusat Keraton Majapahit, di Troloyo, yakni sebuah daerah bagian selatan Pusat Keraton Majapahit yang waktu itu terdapat di Trowulan.


Kajian leh L.C. Damais dan de Casparis dari sudut paleografi membuktikan telah terjadi saling pengaruh antara dua kebudayaan yang berbeda (yakni antara Hindu-Budha-Islam) pada awal perkembangan Islam di Jawa Timur. Data-data tersebut menjelaskan bahwa sesungguhnya dakwah Islam sudah terjadi terjadi jauh sebelum keruntuhan total kerajaan Majapahit yakni tahun 1527M. Dengan kata lain, ketika kerajaan Majapahit berada di puncak kejayaannya, syiar Islam juga terus menggeliat melalui jalur-jalur perdagangan di daerah-daerah yang menjadi kekuasaan Majapahit di delapan mandala (meliputi seluruh nusantara) hingga Malaysia, Brunei Darussalam, dan di seluruh kepulauan Papua.

Masa antara abad XIV-XV memiliki arti penting dalam sejarah kebudayaan Nusantara. Pada saat itu ditandai hegemoni Majapahit sebagai Kerajaan Hindu-Budha mulai pudar.

Sezaman dengan itu, muncul jaman baru yang ditandai penyebaran Islam melalui jalan perdagangan Nusantara. Melalui jalur damai perdagangan itulah, Islam kemudian semakin dikenal di tengah masyarakat Papua. Kala itu penyebaran Islam masih relatif terbatas di kota-kota pelabuhan. Para pedagang dan ulama menjadi guru-guru yang sangat besar pengaruhnya di tempat-tempat baru.

Sebagai kerajaan tangguh masa itu, kekuasaan Kerajaan Majapahit meliputi seluruh wilayah Nusantara, termasuk Papua. Beberapa daerah di kawasan tersebut bahkan disebut-sebut dalam kitab Negarakertagama, sebagai wilayah yurisdiksinya.
Keterangan mengenai hal itu antara disebutkan sebagai berikut:
“Muwah tang i Gurun sanusanusa mangaram ri Lombok Mirah lawan tikang i Saksakadi nikalun kahaiyan kabeh nuwati tanah i bantayan pramuka Bantayan len luwuk tekenUdamakatrayadhi nikang sanusapupul”.
“Ikang sakasanusasanusa Makasar Butun Banggawai Kuni Ggaliyao mwang i [ng] Salaya Sumba Solot Muar muwah tigang i Wandan Ambwan Athawa maloko Ewanin ri Sran ini Timur ning angeka nusatutur”. Dari keterangan yang diperoleh dalam kitab klasik itu, menurut sejumlah ahli bahasa yang dimaksud “Ewanin” adalah nama lain untuk daerah ” Onin” dan “Sran” adalah nama lain untuk “Kowiai”. Semua tempat itu berada di Kaimana, Fak-Fak. Dari data tersebut menjelaskan bahwa pada zaman Kerajaan Majapahit sejumlah daerah di Papua sudah termasuk wilayah kekuasaan Majapahit.


Menurut Thomas W. Arnold : “The Preaching of Islam”, setelah kerajaan Majapahit runtuh, dikalahkan oleh kerajaan Islam Demak, pemegang kekuasan berukutnya adalah Demak Islam. Dapat dikatakan sejak zaman baru itu, pengaruh kerajaan Islam Demak juga menyebar ke Papua, baik langsung maupun tidak.

Dari sumber-sumber Barat diperoleh catatan bahwa pada abad ke XVI sejumlah daerah di Papua bagian barat, yakni wilayah-wilayah Waigeo, Missool, Waigama, dan Salawati, tunduk kepada kekuasaan Sultan Bacan di Maluku.

Catatan serupa tertuang dalam sebuah buku yang dikeluarkan oleh Periplus Edition, di buku “Irian Jaya”, hal 20 sebuah wadah sosial milik misionaris menyebutkan tentang daerah yang terpengaruh Islam. Dalam kitab Negarakertagama, di abad ke 14 di sana ditulis tentang kekuasaan kerajaan Majapahit di Jawa Timur, di mana di sana disebutkan dua wilayah di Irian yakni Onin dan Seran. Bahkan lebih lanjut dijelaskan: Namun demikian armada-armada perdagangan yang berdatangan dari Maluku dan barangkali dari pulau Jawa di sebelah barat kawasan ini, telah memiliki pengaruh jauh sebelumnya.

Pengaruh ras austronesia dapat dilihat dari kepemimpinan raja di antara keempat suku, yang boleh jadi diadaptasi dari Kesultanan Ternate, Tidore dan Jailolo. Dengan politik kontrol yang ketat di bidang perdagangan pengaruh kekuasaan Kesultanan Ternate di temukan di raja Ampat, di Sorong dan di seputar Fakfak dan diwilayah Kaimana. Sumber cerita rakyat mengisahkan bahwa daerah Biak Numfor telah menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Sultan Tidore sejak abad ke-XV. Sejumlah tokoh lokal, bahkan diangkat oleh Sultan Tidore menjadi pemimpin-pemimpin di Biak. Mereka diberi berbagai macam gelar, yang merupakan jabatan suatu daerah. Sejumlah nama jabatan itu sekarang ini dapat ditemui dalam bentuk marga/fam penduduk Biak Numfor.


Kedatangan Orang Islam Pertama
Berdasarkan keterangan di atas jelaslah bahwa, masuknya Islam ke Papua, tidak bisa dilepaskan dengan jalur dan hubungan daerah ini dengan daerah lain di Indonesia. Selain faktor pengaruh kekuasaan Kerajaan Majapahit, masuknya Islam ke kawasan ini adalah lewat Maluku, di mana pada masa itu terdapat kerajaan Islam berpengaruh di kawasan Indonesia Timur, yakni kerajaan Bacan.


Bahkan keberadaan Islam Bacan di Maluku sejak tahun 1520 M dan telah menguasai beberapa daerah di Papua pada abad XVI telah tercatat dalam sejarah. Sejumlah daerah seperti Waigeo, Misool, Waigama dan Salawati pada abad XVI telah mendapat pengaruh dari ajaran Islam. Melalui pengaruh Sultan Bacan inilah maka sejumlah pemuka masyarakat di pulau-pulau tadi memeluk agama Islam, khususnya yang di wilayah pesisir. Sementara yang dipedalaman masih tetap menganut faham animisme.

Thomas Arnold yang seorang orientalis berkebangsaan Inggris memberi catatan kaki dalam kaitannya dengan wilayah Islam tersebut: “…beberapa suku Papua di pulau Gebi antara Waigyu dan Halmahera telah diislamkan oleh kaum pendatang dari Maluku” Tentang masuk dan berkembangnya syi’ar Islam di daerah Papua, lebih lanjut Arnold menjelaskan: “Di Irian sendiri, hanya sedikit penduduk yang memeluk Islam. Agama ini pertama kali dibawa masuk ke pesisir barat [mungkin semenanjung Onin] oleh para pedagang Muslim yang berusaha sambil berdakwah di kalangan penduduk, dan itu terjadi sejak tahun 1606. Tetapi nampaknya kemajuannya berjalan sangat lambat selama
berabad-abad kemudian…”


Bila ditinjau dari laporan Arnold tersebut, maka berarti masuknya Islam ke daerah Papua terjadi pada awal abad ke XVII, atau dua abad lebih awal dari masuknya agama Kristen Protestan yang masuk pertama kali di daerah Manokwari pada tahun 1855, yaitu ketika dua orang missionaris Jerman bernama C.W. Ottow dan G.J. Geissler mendarat dan kemudian menjadi pelopor kegiatan missionaris di sana.

Dalam buku “Nieuw Guinea” W.C. Klein menceritakan sebagai berikut : “de Heer Pieterz maakte on 1664 eenwreks naar Onin. Indie raiswaren ook een aantal mensen uitSoematera, Waarin de Heer Abdul Ghafur betrokken is” (Tuan Pieterz pada tahun 1664 melakukan perjalanan ke Onin di mana ikut serta beberapa orang dari Sumatera, termasuk Abdul Ghafur).
Bahkan bila ditelusuri dari catatan pewaris kesultanan Islam di kawasan ini, dapat diketahui bahwa kedatangan Agama Islam sebenarnya lebih tua lagi.
»»  READMORE...

Sultan Mehmed II Penakluk Konstantinopel dan Vlad Dracula


Kisah hidup Dracula merupakan salah satu contoh bentuk manipulasi sejarah yang begitu nyata yang dilakukan Barat. Kalau film Rambo merupakan suatu fiksi yang kemudian dihasilkan seolah-olah menjadi tokoh yang nyata oleh Barat, tetapi Dracula merupakan keterbalikannya, tokoh fakta dijadikan fiksi.
 
Diawali dari novel karya Bram Stoker yang berjudul Dracula, kemudian tokoh ini mulai difilmkan seperti Dracula’s Daughter (1936), Son of Dracula (1943), Hoor of of Dracula (1958), Nosferatu (1922) yang dibuat ulang pada tahun 1979 dan film-film dracula yang lain yang dikemas dalam bentuk yang lebih moden seperti Twilight.

Dalam buku berjudul “Dracula, Pembantai Umat Islam Dalam Perang Salib” karya Hyphatia Cneajna , kisah Dracula sebenarnya merupakan pembesar Wallachia , berketurunan Vlad Dracul.

Dalam uraian Hyphatia tersebut, kisah Dracula tidak boleh diceritakan paska Perang Salib. Dracula dilahirkan ketika peperangan antara Kerajaan Turki Ustmaniyah sebagai wakil Islam, dan Kerajaan Hungary sebagai wakil Kristen.
Keduanya tersebut berusaha menguasai dan merebutkan wilayah-wilayah baik Eropa maupun di Asia . Puncak peperangan ini adalah jatuhnya Konstantinopel, yaitu ketika benteng Kristian ada di tangan kekuasaan khilafah Ustmaniyah.


Dalam peristiwa Perang Salib, Dracula merupakan salah seorang panglima tentera Salib. Dalam perang inilah Dracula banyak melakukan pembunuhan terhadap umat Islam. Hyphatia memaparkan jumlah korban kekejaman Dracula mencapai 300.000 jiwa umat Islam. Korban-korban tersebut dibunuh dengan berbagai cara yang sangat biadab dan kejam, yaitu dibakar hidup-hidup, dipaku kepalanya, dan yang paling kejam adalah disula.
Penyulaan merupakan cara penyiksaan yang amat kejam, yaitu seseorang itu ditusuk dubur dengan kayu sebesar lengan tangan orang dewasa yang ujungnya ditajamkan. Korban yang telah ditusuk kemudian dimasukan sehingga kayu sula tersebut menembus hingga perut, kerongkongan hingga menembus kepala melalui mulut.
Hyphatia mengatakan dalam bukunya :
“Ketika matahari mulai meninggi Dracula memerintahkan penyulaan segera dimulakan. Para prajurit melakukan perintah tersebut seolah seperti robot yang telah dipogram. Penyulaan disulami dengan teriakan kesakitan dan jeritan penderitaan yang segera memenuhi segala penjuru tempat itu. Mereka, umat Islam pada saat itu sedang dijemput ajal dengan cara yang begitu mengerikan. Mereka tak sempat lagi mengingat kenangan indah dan manis yang pernah mereka alami.”
Tidak hanya orang dewasa saja yang menjadi korban kekejaman penyulaan, tapi juga bayi. Hyphatia memberikan pemaparan tetang penyulaan terhadap bayi sebagai berikut:
“Bayi-bayi yang disula tak sempat menangis kerana mereka kesakitan yang amat apabila hujung kayu menembus perut kecilnya. Tubuh-tubuh korban itu meregang di kayu sula untuk menjemput ajalnya.”
Kekejaman seperti yang telah dipaparkan di atas itulah yang selama ini disembunyikan oleh Barat. Menurut Hyphatia hal ini terjadi kerana dua sebab. Pertama, pembunuhan beramai – ramai yang dilakukan Dracula terhadap umat Islam tidak boleh dihapuskan dari Perang Salib.

Negara – negara Barat yang pada masa Perang Salib menjadi tunggak utama tentera Salib, tidak mau tercoreng wajahnya. Mereka termasuk yang mengutuk dan menentang pembunuhan beramai – ramai oleh Hilter dan Pol Pot, tidak ingin membuka aib mereka sendiri. Dan ini sudah menjadi tabiat Barat yang selalu ingin tampil seperti pahlawan.
Kedua, Dracula merupakan pahlawan bagi pasukan Salib. Walau bagaimana pun kejamnya Dracula, nama baiknya akan selalu dilindungi. Sehingga di Rumania saat ini, Dracula masih dianggap pahlawan. Sebagaimana sebahagian besar sejarah pahlawan – pahlawan pasti akan diambil sebagai superhero dan dibuang segala kejelekan, kejahatan dan kelemahannya.
Untuk menutup kekejaman mereka, Barat terus-menerus menyembunyikan siapa sebenarnya Dracula. Mereka berusaha agar sejarah jati diri Dracula yang sebenarnya tidak terkuak. Dan, harus diakui bahwa usaha Barat untuk mengubah sejarah Dracula dari fakta menjadi fiksi ini cukup berhasil.

Ukuran keberhasilan ini dapat dilihat dengan banyaknya masyarakat, khususnya umat Islam sendiri yang tidak mengetahui tentang siapa sebenarnya Dracula. Masyarakat umum hanya mengetahui bahwa Dracula adalah merupakan lagenda vampire yang kehausan darah, tanpa mengetahui kisah sebenarnya.
Selain membongkar kebohongan yang dilakukan oleh Barat, dalam bukunya Hyphatia juga mengupas makna salib dalam kisah Dracula. Seperti yang telah diketahui umum bahawa penggambaran Dracula yang telah menjadi fiksi tidak boleh dilepaskan dari dua benda, yaitu bawang putih dan salib.
Konon hanya dengan kedua benda tersebut Dracula akan takut dan dikalahkan. Menurut Hyphatia penggunaan simbol salib merupakan cara Barat untuk menghapus jejak sejarah pahlawan mujahid-mujahid Islam dalam perang salib, sekaligus untuk menunjukkan kehebatan mereka.



Sultan Mahmud II (di Barat dikenal sebagai Sultan Mehmed II) dan juga dikenali sebagai Al- Fatih dalam sejarah Islam. Sultan ini merupakan penakluk Konstantinopel yang sekaligus penakluk Dracula, ia adalah seorang yang telah mengalahkan dan memenggal kepala Dracula di tepi Danua Snagov. Namun barat berusaha memutarbalikkan fakta ini.
Mereka berusaha menciptakan cerita sejarah agar merekalah yang terlihat mengalahkan Dracula. Maka diciptakan sebuah fiksi bahwa Dracula hanya boleh dikalahkan oleh salib. Tujuannya adalah ingin menghilangkan peranan Sultan Mahmud II sekaligus untuk menunjukkan bahwa merekalah yang paling hebat, yang bisa mengalahkan Dracula si Haus Darah.
 
 
(Makalah ini disampaikan dalam bedah buku Dracula, Pembantai Umat Islam dalam Perang Salib” di auditorium Fakultas Ilmu Budaya UGM Oleh: Ragil Nugroho)

Membongkar Sebuah Kebohongan
vlad_tepes_orig_edit-x01

Kisah hidup Dracula merupakan salah satu contoh bentuk penjajahan sejarah yang begitu nyata yang dilakukan Barat. Kalau film Rambo merupakan suatu fiksi yang kemudian direproduksi agar seolah-olah menjadi nyata oleh Barat, maka Dracula merupakan kebalikannya, tokoh nyata yang direproduksi menjadi fiksi. Bermula dari novel buah karya Bram Stoker yang berjudul Dracula, sosok nyatanya kemudian semakin dikaburkan lewat film-film seperti Dracula’s Daughter (1936), Son of Dracula (1943), Hoorof of Dracula (1958), Nosferatu (1922)-yang dibuat ulang pada tahun 1979-dan film-film sejenis yang terus-menerus diproduksi.
 
Lantas, siapa sebenarnya Dracula itu?
foto0011

Dalam buku berjudul “Dracula, Pembantai Umat Islam Dalam Perang Salib” karya Hyphatia Cneajna ini, sosok Dracula dikupas secara tuntas. Dalam buku ini dipaparkan bahwa Dracula merupakan pangeran Wallachia , keturunan Vlad Dracul. Dalam uraian Hyphatia tersebut sosok Dracula tidak bisa dilepaskan dari menjelang periode akhir Perang Salib. Dracula dilahirkan ketika peperangan antara Kerajaan Turki Ottoman-sebagai wakil Islam-dan Kerajaan Honggaria-sebagai wakil Kristen-semakin memanas. Kedua kerajaan tersebut berusaha saling mengalahkan untuk merebutkan wilayah-wilayah yang bisa dikuasai, baik yang berada di Eropa maupun Asia . Puncak dari peperangan ini adalah jatuhnya Konstantinopel- benteng Kristen-ke dalam penguasaan Kerajaan Turki Ottoman.

Impale_large-x01

Dalam babakan Perang Salib di atas Dracula merupakan salah satu panglima pasukan Salib. Dalam peran inilah Dracula banyak melakukan pembantain terhadap umat Islam. Hyphatia memperkirakan jumlah korban kekejaman Dracula mencapai 300.000 ribu umat Islam. 

Korban-korban tersebut dibunuh dengan berbagai cara-yang cara-cara tersebut bisa dikatakan sangat biadab-yaitu dibakar hidup-hidup, dipaku kepalanya, dan yang paling kejam adalah disula. Penyulaan merupakan cara penyiksaan yang amat kejam, yaitu seseorang ditusuk mulai dari anus dengan kayu sebesar lengan tangan orang dewasa yang ujungnya dilancipkan. Korban yang telah ditusuk kemudian dipancangkan sehingga kayu sula menembus hingga perut, kerongkongan, atau kepala. Sebagai gambaran bagaimana situasi ketika penyulaan berlangsung penulis mengutip pemaparan Hyphatia:
impale_3-x01
“Ketika matahari mulai meninggi Dracula memerintahkan penyulaan segera dimulai. Para prajurit melakukan perintah tersebut dengan cekatakan seolah robot yang telah dipogram. Begitu penyulaan dimulai lolong kesakitan dan jerit penderitaan segera memenuhi segala penjuru tempat itu. Mereka, umat Islam yang malang ini sedang menjemput ajal dengan cara yang begitu mengerikan. Mereka tak sempat lagi mengingat kenangan indah dan manis yang pernah mereka alami.”

Tidak hanya orang dewasa saja yang menjadi korban penyulaan, tapi juga bayi. Hyphatia memberikan pemaparan tetang penyulaan terhadap bayi sebagai berikut:
“Bayi-bayi yang disula tak sempat menangis lagi karena mereka langsung sekarat begitu ujung sula menembus perut mungilnya. Tubuh-tubuh para korban itu meregang di kayu sula untuk menjemput ajal.”

Kekejaman seperti yang telah dipaparkan di atas itulah yang selama ini disembunyikan oleh Barat. Menurut Hyphatia hal ini terjadi karena dua sebab. Pertama, pembantaian yang dilakukan Dracula terhadap umat Islam tidak bisa dilepaskan dari Perang Salib. Negara-negara Barat yang pada masa Perang Salib menjadi pendukung utama pasukan Salib tak mau tercoreng wajahnya. Mereka yang getol mengorek-ngorek pembantaian Hilter dan Pol Pot akan enggan membuka borok mereka sendiri. Hal ini sudah menjadi tabiat Barat yang selalu ingin menang sendiri. Kedua, Dracula merupakan pahlawan bagi pasukan Salib. Betapapun kejamnya Dracula maka dia akan selalu dilindungi nama baiknya. Dan, sampai saat ini di Rumania , Dracula masih menjadi pahlawan. Sebagaimana sebagian besar sejarah pahlawan-pahlawan pasti akan diambil sosok superheronya dan dibuang segala kejelekan, kejahatan dan kelemahannya.

Bram Stroker, Pengarang Cerita Dracula
Bram Stroker, Pengarang Cerita Dracula

Guna menutup kedok kekejaman mereka, Barat terus-menerus menyembunyikan siapa sebenarnya Dracula. Seperti yang telah dipaparkan di atas, baik lewat karya fiksi maupun film, mereka berusaha agar jati diri dari sosok Dracula yang sebenarnya tidak terkuak. Dan, harus diakui usaha Barat untuk mengubah sosok Dracula dari fakta menjadi fiksi ini cukup berhasil. Ukuran keberhasilan ini dapat dilihat dari seberapa banyak masyarakat-khususny a umat Islam sendiri-yang mengetahui tentang siapa sebenarnya Dracula. Bila jumlah mereka dihitung bisa dipastikan amatlah sedikit, dan kalaupun mereka mengetahui tentang Dracula bisa dipastikan bahwa penjelasan yang diberikan tidak akan jauh dari penjelasan yang sudah umum selama ini bahwa Dracula merupakan vampir yang haus darah.

Selain membongkar kebohongan yang dilakukan oleh Barat, dalam bukunya Hyphatia juga mengupas makna salib dalam kisah Dracula. Seperti yang telah umum diketahui bahwa penggambaran Dracula yang telah menjadi fiksi tidak bisa dilepaskan dari dua benda, bawang putih dan salib. Konon kabarnya hanya dengan kedua benda tersebut Dracula akan takut dan bisa dikalahkan. Menurut Hyphatia pengunaan simbol salib merupakan cara Barat untuk menghapus pahlawan dari musuh mereka-pahlawan dari pihak Islam-dan sekaligus untuk menunjukkan superioritas mereka.

Sultan Mehmed II (Wikipedia)
Sultan Mehmed II (Wikipedia)

Siapa pahlawan yang berusaha dihapuskan oleh Barat tersebut? Tidak lain Sultan Mahmud II (di Barat dikenal sebagai Sultan Mehmed II). Sang Sultan merupakan penakluk Konstantinopel yang sekaligus penakluk Dracula. Ialah yang telah mengalahkan dan memenggal kepala Dracula di tepi Danua Snagov. Namun kenyataan ini berusaha dimungkiri oleh Barat. Mereka berusaha agar merekalah yang bisa mengalahkan Dracula. Maka diciptakanlah sebuah fiksi bahwa Dracula hanya bisa dikalahkan oleh salib. Tujuan dari semua ini selain hendak mengaburkan peranan Sultan Mahmud II juga sekaligus untuk menunjukkan bahwa merekalah yang paling superior, yang bisa mengalahkan Dracula si Haus Darah. Dan, sekali lagi usaha Barat ini bisa dikatakan berhasil.

Utusan Sultan Mehmed II di Kastil Vlad Dracul (Wikipedia)
Utusan Sultan Mehmed II di Kastil Vlad Dracul (Wikipedia)

Selain yang telah dipaparkan di atas, buku “Dracula, Pembantai Umat Islam Dalam Perang Salib” karya Hyphatia Cneajna ini, juga memuat hal-hal yang selama tersembunyi sehingga belum banyak diketahui oleh masyarakat secara luas. Misalnya tentang kuburan Dracula yang sampai saat ini belum terungkap dengan jelas, keturunan Dracula, macam-macam penyiksaan Dracula dan sepak terjang Dracula yang lainnya.

Sebagai penutup tulisan ini penulis ingin menarik suatu kesimpulan bahwa suatu penjajahan sejarah tidak kalah berbahayanya dengan bentuk penjajahan yang lain-politik, ekonomi, budaya, dll. Penjajahan sejarah ini dilakukan secara halus dan sistematis, yang apabila tidak jeli maka kita akan terperangkap di dalamnya. Oleh karena itu, sikap kritis terhadap sejarah merupakan hal yang amat dibutuhkan agar kita tidak terjerat dalam penjajahan sejarah. Sekiranya buku karya Hyphatia ini-walaupun masih merupakan langkah awal-bisa dijadikan pengingat agar kita selalu kritis terhadap sejarah karena ternyata penjajahan sejarah itu begitu nyata ada di depan kita.
 
»»  READMORE...

Sabtu, 09 Februari 2013

Penjelajah Muslim Penemu Benua Amerika Sebelum Colombus

 

Christopher Columbus menyebut Amerika sebagai ‘The New World’ ketika pertama kali menginjakkan kakinya di benua itu pada 21 Oktober 1492.

Namun, bagi umat Islam di era keemasan, Amerika bukanlah sebuah ‘Dunia Baru’. Sebab, 603 tahun sebelum penjelajah Spanyol itu menemukan benua itu, para penjelajah Muslim dari Afrika Barat telah membangun peradaban di Amerika.

Klaim sejarah Barat yang menyatakan Columbus sebagai penemu benua Amerika akhirnya terpatahkan. Sederet sejarawan menemukan fakta bahwa para penjelajah Muslim telah menginjakkan kaki dan menyebarkan Islam di benua itu lebih dari setengah milenium sebelum Columbus.

Secara historis umat Islam telah memberi kontribusi dalam ilmu pengetahuan, seni, serta kemanusiaan di benua Amerika.

”Tak perlu diragukan lagi, secara historis kaum Muslimin telah memberi pengaruh dalam evolusi masyarakat Amerika beberapa abad sebelum Christopher Columbus menemukannya,” tutur Fareed H Numan dalam American Muslim History A Chronological Observation. Sejarah mencatat Muslim dari Afrika telah menjalin hubungan dengan penduduk asli benua Amerika, jauh sebelum Columbus tiba.

Jika Anda mengunjungi Washington DC, datanglah ke Perpustakaan Kongres (Library of Congress). Lantas, mintalah arsip perjanjian pemerintah Amerika Serikat dengan suku Cherokee, salah satu suku Indian, tahun 1787. Di sana akan ditemukan tanda tangan Kepala Suku Cherokee saat itu, bernama AbdeKhak dan Muhammad Ibnu Abdullah.

Isi perjanjian itu antara lain adalah hak suku Cherokee untuk melangsungkan keberadaannya dalam perdagangan, perkapalan, dan bentuk pemerintahan suku cherokee yang saat itu berdasarkan hukum Islam.

Lebih lanjut, akan ditemukan kebiasaan berpakaian suku Cherokee yang menutup aurat sedangkan kaum laki-lakinya memakai turban (surban) dan terusan hingga sebatas lutut.
Cara berpakaian ini dapat ditemukan dalam foto atau lukisan suku cherokee yang diambil gambarnya sebelum tahun 1832. Kepala suku terakhir Cherokee sebelum akhirnya benar-benar punah dari daratan Amerika adalah seorang Muslim bernama Ramadan Ibnu Wati.

Berbicara tentang suku Cherokee, tidak bisa lepas dari Sequoyah. Ia adalah orang asli suku cherokee yang berpendidikan dan menghidupkan kembali Syllabary suku mereka pada 1821. Syllabary adalah semacam aksara. Jika kita sekarang mengenal abjad A sampai Z, maka suku Cherokee memiliki aksara sendiri.

Yang membuatnya sangat luar biasa adalah aksara yang dihidupkan kembali oleh Sequoyah ini mirip sekali dengan aksara Arab. Bahkan, beberapa tulisan masyarakat cherokee abad ke-7 yang ditemukan terpahat pada bebatuan di Nevada sangat mirip dengan kata ”Muhammad” dalam bahasa Arab.

Nama-nama suku Indian dan kepala sukunya yang berasal dari bahasa Arab tidak hanya ditemukan pada suku Cherokee (Shar-kee), tapi juga Anasazi, Apache, Arawak, Arikana, Chavin Cree, Makkah, Hohokam, Hupa, Hopi, Mahigan, Mohawk, Nazca, Zulu, dan Zuni.

Bahkan, beberapa kepala suku Indian juga mengenakan tutp kepala khas orang Islam. Mereka adalah Kepala Suku Chippewa, Creek, Iowa, Kansas, Miami, Potawatomi, Sauk, Fox, Seminole, Shawnee, Sioux, Winnebago, dan Yuchi. Hal ini ditunjukkan pada foto-foto tahun 1835 dan 1870.

Secara umum, suku-suku Indian di Amerika juga percaya adanya Tuhan yang menguasai alam semesta. Tuhan itu tidak teraba oleh panca indera. Mereka juga meyakini, tugas utama manusia yang diciptakan Tuhan adalah untuk memuja dan menyembah-Nya.

Seperti penuturan seorang Kepala Suku Ohiyesa : ”In the life of the Indian, there was only inevitable duty-the duty of prayer-the daily recognition of the Unseen and the Eternal”. Bukankah Al-Qur’an juga memberitakan bahwa tujuan penciptaan manusia dan jin semata-mata untuk beribadah pada Allah

Bagaimana bisa Kepala suku Indian Cheeroke itu muslim?
Sejarahnya panjang, Semangat orang-orang Islam dan Cina saat itu untuk mengenal lebih jauh planet (tentunya saat itu nama planet belum terdengar) tempat tinggalnya selain untuk melebarkan pengaruh, mencari jalur perdagangan baru dan tentu saja memperluas dakwah Islam mendorong beberapa pemberani di antara mereka untuk melintasi area yang masih dianggap gelap dalam peta-peta mereka saat itu.

Beberapa nama tetap begitu kesohor sampai saat ini bahkan hampir semua orang pernah mendengarnya sebut saja Tjeng Ho dan Ibnu Batutta, namun beberapa lagi hampir-hampir tidak terdengar dan hanya tercatat pada buku-buku akademis.

Para ahli geografi dan intelektual dari kalangan muslim yang mencatat perjalanan ke benua Amerika itu adalah Abul-Hassan Ali Ibn Al Hussain Al Masudi (meninggal tahun 957), Al Idrisi (meninggal tahun 1166), Chihab Addin Abul Abbas Ahmad bin Fadhl Al Umari (1300 – 1384) dan Ibn Battuta (meninggal tahun 1369).

Menurut catatan ahli sejarah dan ahli geografi muslim Al Masudi (871 – 957), Khashkhash Ibn Saeed Ibn Aswad seorang navigator muslim dari Cordoba di Andalusia, telah sampai ke benua Amerika pada tahun 889 Masehi.

Dalam bukunya, ‘Muruj Adh-dhahab wa Maadin al-Jawhar’ (The Meadows of Gold and Quarries of Jewels), Al Masudi melaporkan bahwa semasa pemerintahan Khalifah Spanyol Abdullah Ibn Muhammad (888 – 912), Khashkhash Ibn Saeed Ibn Aswad berlayar dari Delba (Palos) pada tahun 889, menyeberangi Lautan Atlantik, hingga mencapai wilayah yang belum dikenal yang disebutnya Ard Majhoola, dan kemudian kembali dengan membawa berbagai harta yang menakjubkan.

Sesudah itu banyak pelayaran yang dilakukan mengunjungi daratan di seberang Lautan Atlantik, yang gelap dan berkabut itu. Al Masudi juga menulis buku ‘Akhbar Az Zaman’ yang memuat bahan-bahan sejarah dari pengembaraan para pedagang ke Afrika dan Asia.
Dr. Youssef Mroueh juga menulis bahwa selama pemerintahan Khalifah Abdul Rahman III (tahun 929-961) dari dinasti Umayah, tercatat adanya orang-orang Islam dari Afrika yang berlayar juga dari pelabuhan Delba (Palos) di Spanyol ke barat menuju ke lautan lepas yang gelap dan berkabut, Lautan Atlantik. Mereka berhasil kembali dengan membawa barang-barang bernilai yang diperolehnya dari tanah yang asing.

Beliau juga menuliskan menurut catatan ahli sejarah Abu Bakr Ibn Umar Al-Gutiyya bahwa pada masa pemerintahan Khalifah Spanyol, Hisham II (976-1009) seorang navigator dari Granada bernama Ibn Farrukh tercatat meninggalkan pelabuhan Kadesh pada bulan Februari tahun 999 melintasi Lautan Atlantik dan mendarat di Gando (Kepulaun Canary).
Ibn Farrukh berkunjung kepada Raja Guanariga dan kemudian melanjutkan ke barat hingga melihat dua pulau dan menamakannya Capraria dan Pluitana. Ibn Farrukh kembali ke Spanyol pada bulan Mei 999.

Perlayaran melintasi Lautan Atlantik dari Maroko dicatat juga oleh penjelajah laut Shaikh Zayn-eddin Ali bin Fadhel Al-Mazandarani. Kapalnya berlepas dari Tarfay di Maroko pada zaman Sultan Abu-Yacoub Sidi Youssef (1286 – 1307) raja keenam dalam dinasti Marinid.
Kapalnya mendarat di pulau Green di Laut Karibia pada tahun 1291. Menurut Dr. Morueh, catatan perjalanan ini banyak dijadikan referensi oleh ilmuwan Islam.

Sultan-sultan dari kerajaan Mali di Afrika barat yang beribukota di Timbuktu, ternyata juga melakukan perjalanan sendiri hingga ke benua Amerika. Sejarawan Chihab Addin Abul-Abbas Ahmad bin Fadhl Al Umari (1300 – 1384) memerinci eksplorasi geografi ini dengan seksama.
Timbuktu yang kini dilupakan orang, dahulunya merupakan pusat peradaban, perpustakaan dan keilmuan yang maju di Afrika. Ekpedisi perjalanan darat dan laut banyak dilakukan orang menuju Timbuktu atau berawal dari Timbuktu.

Sultan yang tercatat melanglang buana hingga ke benua baru saat itu adalah Sultan Abu Bakari I (1285 – 1312), saudara dari Sultan Mansa Kankan Musa (1312 – 1337), yang telah melakukan dua kali ekspedisi melintas Lautan Atlantik hingga ke Amerika dan bahkan menyusuri sungai Mississippi.

Sultan Abu Bakari I melakukan eksplorasi di Amerika tengah dan utara dengan menyusuri sungai Mississippi antara tahun 1309-1312. Para eksplorer ini berbahasa Arab.

Dua abad kemudian, penemuan benua Amerika diabadikan dalam peta berwarna Piri Re’isi yang dibuat tahun 1513, dan dipersembahkan kepada raja Ottoman Sultan Selim I tahun 1517. Peta ini menunjukkan belahan bumi bagian barat, Amerika selatan dan bahkan benua Antartika, dengan penggambaran pesisiran Brasil secara cukup akurat.

Pengaruh Islam di Benua Amerika
Sekali-kali cobalah Anda membuka peta Amerika. Telitilah nama tempat yang ada di Negeri Paman Sam itu. Sebagai umat Islam, pastilah Anda akan dibuat terkejut.  Apa pasal? Ternyata begitu banyak nama tempat dan kota yang menggunakan kata-kata yang berakar dan berasal dari bahasa umat Islam, yakni bahasa Arab.

Tak percaya? Cobalah wilayah Los Angeles. Di daerah itu ternyata terdapat nama-nama kawasan yang berasal dari pengaruh umat Islam. Sebut saja, ada kawasan bernama Alhambra. Bukankah Alhambra adalah nama istana yang dibangun peradaban Islam di Cordoba?

Selain itu juga ada nama teluk yang dinamai El Morro serta Alamitos. Tak cuma itu, ada pula nama tempat seperti; Andalusia, Attilla, Alla, Aladdin, Albany, Alcazar, Alameda, Alomar, Almansor, Almar, Alva, Amber, Azure, dan La Habra.

Setelah itu, mari kita bergeser ke bagian tengah Amerika. Mulai dari selatan hingga Illinois juga terdapat nama-nama kota yang bernuansa Islami seperti; Albany, Andalusia, Attalla, Lebanon, dan Tullahoma. Malah, di negara bagian Washington terdapat nama kota Salem.

Pengaruh Islam lainnya pada penamaan tempat atau wilayah di Amerika juga sangat kental terasa pada penamaan Karibia (berasal dari bahasa Arab). Di kawasan Amerika Tengah, misalnya, terdapat nama wilayah Jamaika dan Kuba. Muncul pertanyaan, apakah nama Kuba itu berawal dan berakar dari kata Quba - masjid pertama yang dibangun Rasulullah adalah Masjid Quba. Negara Kuba beribu kota La Habana (Havana).

Di benua Amerika pun terdapat sederet nama pula yang berakar dari bahasa Peradaban Islam seperti pulau Grenada, Barbados, Bahama, serta Nassau. Di kawasan Amerika Selatan terdapat nama kota-kota Cordoba (di Argentina), Alcantara (di Brazil), Bahia (di Brazil dan Argentina). Ada pula nama pegunungan Absarooka yang terletak di pantai barat.

Menurut Dr A Zahoor, nama negara bagian seperti Alabama berasal dari kata Allah bamya. Sedangkan Arkansas berasal dari kata Arkan-Sah. Sedangkan Tennesse dari kata Tanasuh. Selain itu, ada pula nama tempat di Amerika yang menggunakan nama-nama kota suci Islam, seperti Mecca di Indiana, Medina di Idaho, Medina di New York, Medina dan Hazen di North Dakota, Medina di Ohio, Medina di Tennessee, serta Medina di Texas. Begitulah peradaban Islam turut mewarnai di benua Amerika.

Fakta Eksistensi Islam di Amerika
Tahun 999 M: Sejarawan Muslim Abu Bakar Ibnu Umar Al-Guttiya mengisahkan pada masa kekuasaan Khalifah Muslm Spanyol bernama Hisham II (976 M -1009 M), seorang navigator Muslim bernama Ibnu Farrukh telah berlayar dari Kadesh pada bulan Februari 999 M menuju Atlantik. Dia berlabuh di Gando atau Kepulauan Canary Raya. Ibnu Farrukh mengunjungi Raja Guanariga. Sang penjelajah Muslim itu memberi nama dua pulau yakni Capraria dan Pluitana. Ibnu Farrukh kembali ke Spanyol pada Mei 999 M.

Tahun 1178 M: Sebuah dokumen Cina yang bernama Dokumen Sung mencatat perjalanan pelaut Muslim ke sebuah wilayah bernama Mu-Lan-Pi (Amerika). 

Tahun 1310 M: Abu Bakari seorang raja Muslim dari Kerajaan Mali melakukan serangkaian perjalanan ke negara baru. 

Tahun 1312 M: Seorang Muslim dari Afrika (Mandiga) tiba di Teluk Meksiko untuk mengeksplorasi Amerika menggunakan Sungai Mississipi sebagai jalur utama perjalanannya.

Tahun 1530 M: Budak dari Afrika tiba di Amerika. Selama masa perbudakan lebih dari 10 juta orang Afrika dijual ke Amerika. Kebanyakan budak itu berasal dari Fulas, Fula Jallon, Fula Toro, dan Massiona - kawasan Asia Barat. 30 persen dari jumlah budak dari Afrika itu beragama Islam.

Tahun 1539 M: Estevanico of Azamor, seorang Muslim dari Maroko, mendarat di tanah Florida. Tak kurang dari dua negara bagian yakni Arizona dan New Mexico berutang pada Muslim dari Maroko ini. 

Tahun 1732 M: Ayyub bin Sulaiman Jallon, seorang budak Muslim di Maryland, dibebaskan oleh James Oglethorpe, pendiri Georgia. 

Tahun 1790 M: Bangsa Moor dari Spanyol dilaporkan sudah tinggal di South Carolina dan Florida.

Sequoyah, also known as George Gist Bukti lainnya adalah, Columbus sendiri mengetahui bahwa orang-orang Carib (Karibia) adalah pengikut Nabi Muhammad. Dia faham bahwa orang-orang Islam telah berada di sana terutama orang-orang dari Pantai Barat Afrika.
Mereka mendiami Karibia, Amerika Utara dan Selatan. Namun tidak seperti Columbus yang ingin menguasai dan memperbudak rakyat Amerika. Orang-Orang Islam datang untuk berdagang dan bahkan beberapa menikahi orang-orang pribumi.

Sejarawan Ivan Van Sertima dalam karyanya They Came Before Columbus membuktikan adanya kontak antara Muslim Afrika dengan orang Amerika asli. Dalam karyanya yang lain, African Presence in Early America, Van Sertima, menemukan fakta bahwa para pedagang Muslim dari Arab juga sangat aktif berniaga dengan masyarakat yang tinggal di Amerika.
Van Sertima juga menuturkan, saat menginjakkan kaki di benua Amerika, Columbus pun mengungkapkan kekagumannya kepada orang Karibian yang sudah beragama Islam. “Columbus juga tahun bahwa Muslim dari pantai Barat Afrika telah tinggal lebih dulu di Karibia, Amerika Tengah, Selatan, dan Utara,” papar Van Sertima. Umat Islam yang awalnya berdagang telah membangun komunitas di wilayah itu dengan menikahi penduduk asli.

Menurut Van Sertima, Columbus pun mengaku melihat sebuah masjid saat berlayar melalui Gibara di Pantai Kuba. Selain itu, penjelajah berkebangsaan Spanyol itu juga telah menyaksikan bangunan masjid berdiri megah di Kuba, Meksiko, Texas, serta Nevada. Itulah bukti nyata bahwa Islam telah menyemai peradabannya di benua Amerika jauh sebelum Barat tiba.

Lebih lanjut Columbus mengakui pada 21 Oktober 1492 dalam pelayarannya antara Gibara dan Pantai Kuba melihat sebuah masjid (berdiri di atas bukit dengan indahnya menurut sumber tulisan lain). Sampai saat ini sisa-sisa reruntuhan masjid telah ditemukan di Kuba, Mexico, Texas dan Nevada.

Dan tahukah anda? 2 orang nahkoda kapal yang dipimpin oleh Columbus kapten kapal Pinta dan Nina adalah orang-orang muslim yaitu dua bersaudara Martin Alonso Pinzon dan Vicente Yanex Pinzon yang masih keluarga dari Sultan Maroko Abuzayan Muhammad III (1362). [THACHER,JOHN BOYD: Christopher Columbus, New York 1950]
»»  READMORE...